Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

63. Tugu Pahlawan Tak Dikenal

Cukup mengherankan, monumen lambang penaklukan tentara Pusat terhadap orang Minang (PRRI) itu tetap berdiri tegak sampai kini, berbeda dengan monumen-monumen peninggalan Belanda di Sumatera Barat yang umumnya diratatanahkan selepas Belanda hengkang dari Ranah Minang/Indonesia.  [Suryadi Sunuri.  Sesudut Bukittinggi selepas Bergolak ] Tugu Pahlawan Tak Dikenal, terkenal di Bukittinggi karena bentuknya yang khas, dimana memaksa orang untuk berfikir memahaminya. Sejarah pembangunan tugu ini tidak banyak yang tahu namun tulisan dari Suryadi Sunuri yang kini menjadi dosen pada salah satu universitas di Belanda memaparkan:

59. Janjang Pasanggrahan

Foto: bukittinggiminangkabau.blogspot.com No. Registrasi Nasional:  PO2018090600809   Dilindungi oleh:    Undang Undang No.10 Tahun 2011 Belum ditemukan adanya kajian terkait Janjang Pasanggrahan. Menghubungkan persimpangan jalan di Kampuang Cino dengan Jalan Cindua Mato. Sejauh ini terdapat beberapa versi, diantaranya: Pasa Ateh yang dibangun oleh penduduk Luhak Agam, dimana para Kepala Nagari diharuskan mengerahkan tenaga Rodi dari kalangan anak nagari. Dikala para Penghulu Kepala datang ke Pasa Ateh mereka beristirahat - di suatu tempat di kawasan Janjang Pasanggrahan sekarang - yang telah dibangun tempat peristirahatan atau lazim dikenal dengan nama Pasanggrahan.

58. Janjang Minang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072700183 Dilindungi  Undang Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Belum didapat riwayat pasti tentang pembangunan dan penamaan janjang (tangga) ini. Janjang ini menghubungkan antara Pasa Ateh (Pasar Atas) dengan Kampuang Cino. Beberapa teori yang mengatakan penamaan janjang ini karena diantara janjang ini dengan Pasa Ateh terdapat Jalan Minangkabau. Hal ini masih perlu pembuktian lebih lanjut karena dimasa kolonial jalan tersebut bernama Groote Pasar Weg yang diterjemahkan secara bebas berarti Jalan Pasar Besar. Struktur Cagar Budaya ini telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk, seperti yang tersajikan pada gambar-gambar di bawah.

57. Janjang Syech Bantam

  Sumber: bukittinggikota.sikn.go.id No. Registrasi Nasional:  PO2016072700099 Janjang Syech demikian masyarakat Kota Bukittinggi menyebutnya. Keberadaan janjang ini tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan surau kecil yang terletak hanya beberapa meter dari janjang ini, di kaki tebing. Surau itu bernama Surau Syech Bantam. Belum ada kajian khusus mengenai janjang dan surau ini. Namun dari penelusuran beberapa wartawan  dan warganet, diketahui beberapa fakta yang dapat dijadikan rujukan sementara.

56. Janjang Gudang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072200223 Dilindungi oleh  Undang Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Janjang Gudang merupakan salah satu janjang (Bahasa: tangga) di Kota Bukittinggi. Penamaan janjang ini berkaitan dengan keberadaan Gudang Kopi yang tepat berada di sisi sebelah kanan janjang ini. Gudang Kopi tersebut merupakan salah satu sisa-sisa kejayaan Tanam Paksa Kopi di Minangkabau.

54. Janjang Ampek Puluah

No. Regnas:  PO2016072200138 Orang Minangkabau menyebutnya 'janjang' dalam percakapan Bahasa Indonesia Umum dikenal dengan nama 'tangga'. Banyak versi sejarah mengenai janjang ini, salah satunya yang saat ini diterima hampir seluruh masyarakat ialah kata 'Ampek Puluah' mewakili jumlah 'nagari' di Luhak Agam dan dalam penamaan janjang ini mengacu kepada empat puluh orang penghulu. Bagi masyarakat Minangkabau dan khususnya Bukittinggi masa kini, hal ini terasa aneh karena Kota Bukittinggi bukan bagian dari Kabupaten Agam. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan kualitas pengetahuan sejarah, adat, dan budaya pada masyarakat Minangkabau. Dalam narasi menyesatkan oleh pusat sering dan selalu kita dengar bahwa:

53. Lapangan Pacu Kuda

Pacu Kuda telah lama menjadi budaya dan tradisi di Minangkabau yang berlandaskan Syari'at. Pada masa dahulu, kuda merupakan binatang yang mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu sahaja. Kepandaian menunggangnyapun merupakan kepandaian yang tak sembarang orang memilikinya.

52. Meriam Benteng de Kock

Status: Cagar Budaya Kota Bukittinggi Dilindungi Undang Undang No. 11 Tahun 2010 Benteng de Kock berada di Jalan Benteng, Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguak Panjang. Benteng ini didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825 pada masa Baron Hendrik Merkus de Kock   menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda [Letnan Gubernur Jenderal]. Karena itulah benteng ini terkenal dengan nama Benteng De Kock. 

51. Jambatan Limpapeh

No. Regnas:  PO2018100700001 Jambatan Limpapeh atau terlanjur dikenal dengan nama Jembatan Limpapeh sama dengan tetangganya Benteng de Kock yang juga terlanjur dikenal dengan nama Benteng Fort de Kock. Jambatan merupakan penamaan asli orang Minangkabau. Jambatan ini menghubungkan Bukit Jirek dengan Bukit Cubadak Bungkuak dan Bukit Malambuang, di bawah jambatan ini terdapat Kampuang Cino. 

69. Gedung Bank Nasional

  ID Objek: PO2017120300015 Dilindungi Undang Undang No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Bank Nasional merupakan bank yang lahir dari masyarakat Minangkabau di Bukittinggi. Dimasa kolonial Bukittinggi merupakan kota yang kosmopolitan dengan tingginya tingkat perdagangan di kota ini.  Beberapa orang saudagar (kini: pengusaha) mendirikan perhimpunan yang bernama Himpunan Saudagar Indonesia di Padang pada tahun 1930. Di tahun yang sama didirikanlah cabang dari perhimpunan ini di Bukittinggi. Pada tanggal 27 Desember tahun 1930 didirikanlah badan simpan pinjam yang diberi nama Abuan Saudagar.

25. Rumah Kayu

  No.Inventaris CB: 25/BCB-TB/A/02/2007  Jenis: Peninggalan Sejarah (ODCB), Terdaftar dalam Regnas Kemendikbud Status: Dilindungi Undang Undang No.11 Th. 2010 dan Perwako No.2 Tahun 2010  Riwayat bangunan ini tidak diketahui dengan pasti. Status kepemilikannya atas nama Perumka (PT KA). Kemungkinan bangunan ini tidak terlepas dengan keberadaan stasiun KA di bukittinggi yang dibangun sekitar awal tahun 1900-an. Sekarang (tahun 2016) menjadi Warung Bakso Rudal.

45. Stasiun Kereta Api Bukittinggi

Jenis: Peninggalan Sejarah (ODCB), Terdaftar dalam Regnas Kemendikbud Status: Dilindungi Undang Undang No.11 Th. 2010  Stasiun Bukittinggi (BKT) —dahulu dikenal sebagai Stasiun Fort de Kock —adalah stasiun kereta api nonaktif kelas II yang terletak di Tarok Dipo, Guguk Panjang, Bukittinggi . Stasiun yang terletak pada ketinggian +920 meter ini termasuk dalam Divisi Regional II Sumatra Barat . Dalam sejarahnya, stasiun ini dibangun bersamaan dengan pembangunan jalur kereta api Padangpanjang–Payakumbuh . Tidak seperti jalur lainnya di Sumatra Barat yang memfokuskan diri untuk pengangkutan batu bara, jalur kereta api ini hanya digunakan untuk mengangkut biji kopi dan tentara dari Benteng Fort de Kock di Kota Bukittinggi . [3] [4] Jalur ini sepaket dengan pembangunan jalur Padang–Sawahlunto. Jalur menuju Fort de Kock Bukittinggi selesai pada tanggal 1 November 1891. Dari Bukittinggi pembangunan dilanjut untuk menjangkau tambang emas di Payakumbuh . Jalurnya dibuka pada tang

77. Museum Rumah Baanjuang (RANB)

Informasi: Terdaftar dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya (Regnas) Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Pada tahun 1935 pemerintah Kolonial Belanda di Agam Tua yang ketika itu dipimpin oleh Controleur Mr. Mandellar serta Nutzman sebagai Kepala Kebun Binatang Bukittinggi, memutuskan untuk melakukan penambambahan sarana di kebun binatang yaitu berupa membangun sebuah Rumah Gadang dengan langgam Koto Piliang di dalam kawasan Kebun Binatang Bukittinggi (Fort de Kocksche Dieren Park). Peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 1 Juli 1935. Rumah ini memiliki ukuran 36,5 x 10 m 2 (luas 2.798 m2) dengan 7 (tujuh) buah gonjong, 9 (sembilan) ruang, berjeniskan Gajah Maharam dengan anjuangan pada kiri dan kanan. Kemudian pada tahun 1955/1956 dibuatlah dua buah rangkiang yakni Si Bayau Bayau dan Si Tinjau Lauik serta satu buah Ruma

50. Kebun Binatang Kinantan

Gambar: KITLV Belanda Informasi: Terdaftar dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Kebun Binatang Kinantan pada mulanya terletak dalam Strom Park atau lebih dikenal oleh masyarakat Minangkabau dengan nama Kebun Bunga. Dirintis pendiriannya pada tahun 1929 dengan nama Fort De Kocksche Dieren Park.  Dimasa kemerdekaan berganti nama menjadi Taman Puti Bungsu dan pada tahun 1995 hingga kini bernama Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan. Dari yang semula hanya mengoleksi beberapa binatang kemudian berkembang hingga seluruh kawasan taman menjadi areal kebun binatang.  Untuk lebih lengkapnya silahkan kunjungi beberapa tautan di bawah ini: Kebun Binatang Bukittinggi dalam Lintas Sejarah oleh Irwan Setiawan Kebun Binatang Kinantan Taman Margasatwa & Budaya Kinantan Taman Margasatwa Kinantan Menyambangi Kebun Binatang tertua Di Sumatera

37. Kantor Pembantu Gubernur Wilayah.I

No.Inventaris CB: 37/BCB-TB/A/02/2007  Jenis: Peninggalan Sejarah (ODCB), Terdaftar dalam Regnas Kemendikbud Status: Dilindungi Undang Undang No.11 Th. 2010 dan Perwako No.2 Tahun 2010  Bangunan ini termasuk dari bangunan-bangunan di Jl. Merapi yang dulunya merupakan bekas kantor dan asrama Korem sebelum pindah ke Padang dan bekas asrama Kodim 0304/Agam (selain yang berada di Birugo). Riwayat pembangunannya tidak diketahui dengan pasti. Bangunan-bangunan di deretan ini umumnya kemudian beralih fungsi menjadi perumahan dan perkantoran, salah satunya menjadi Kantor Pembantu Gubernur Wilayah I. Kondisi terakhir bangunan ini tidak difungsikan lagi. Sekarang berdasarkan pemutakhiran tahun 2016, bangunan sudah hancur rata dengan tanah.

26. Rumah Salon

No.Inventaris CB: 26/BCB-TB/A/02/2007  Jenis: Peninggalan Sejarah (ODCB), Terdaftar dalam Regnas Kemendikbud Status: Dilindungi Undang Undang No.11 Th. 2010 dan Perwako No.2 Tahun 2010  Rumah ini teretak di belakang rumah kayu sebelah kanan. Rumah tersebut mempunyai arsitektur kolonial dengan tembok yamg tebal dan atap dari genteng tanah. 

9. Lubang Japang Kasiak

No.Inventaris CB: 09/BCB-TB/A/02/2007 Jenis: Peninggalan Sejarah (ODCB), Terdaftar dalam Regnas Kemendikbud Status: Dilindungi Undang Undang No.11 Th. 2010 dan Perwako No.2 Tahun 2010 Lubang Jepang Kasiak berjumlah 4 buah pintu terletak di tanah membukit dengan ketinggian bukit sekitar 80 m dari tanah sekarang. Antara keempat lubangnya dihubungkan dengan pintu masuk yang berada di belakang lubang. Dari mulut lubang yang menghadap ke utara sampai ke bagian belakang, bagian permukaannya dibuat dari beton semen.