Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

Asal Usul Nama Bukittinggi dan Agam

 Disalin dari Poestaha Depok Nama Bukittinggi tidak berdiri sendiri. Nama Bukittinggi terkait dengan nama Agam. Kini nama Bukittinggi dikenal sebagai Kota, dan nama Agam sebagai Kabupaten di Provinsi Sumatra Barat. Lantas apalah arti suatu nama ?  Tentu saja nama sangat berarti, lebih-lebih ketika kita ingin mengingat Ibu Kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (1948-1949). Bukittinggi dalam hal ini jelas kota kenangan: Kota Bersejarah. Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam Serial artikel Sejarah Bukittinggi adalah bagian dari serial artikel Sejarah Menjadi Indonesia. Paralel dengan penulisan serial artikel Sejarah Bukittinggi ini adalah penulisan serial Sejarah Air Bangis. Sejatinya di masa lampau kota Air Bangis dan kota Bukittinggi adalah kota kembar (namun kini beda nasib). Sebagai bagian dari Sejarah Menjadi Indonesia, Sejarah Bukittinggi dan Sejarah Air Bangis dapat disejajarkan dengan sejarah kota-kota lainnya di Indonesia. Dalam blog ini, sejarah kota-kota di Indonesia yang

Sejarah Benteng Tanjung Alam di Agam

 Disalin dari Poestaha Depok Di Agam tidak hanya benteng Fort de Kock di Bukittinggi, juga ada benteng di Tandjoeng Alam. Benteng Tandjoeng Alam adalah benteng penghubung antara benteng Fort van der Capellen di Batusangkar dengan benteng Fort di Kock di Bukittinggi. Tiga benteng ini memiliki peran penting membebaskan Padangsche Bovenlanden (Minangkabau) dari pengaruh Padri. Benteng Fort de Kock dan Bneteng Tandjoeng Alam (Pet 1835) Benteng Fort van der Capellen dibangun pada tahun 1822 di bawah komandan militer Raaff. Sedangkan benteng Fort de Kock dibangun pada tahun 1825. Benteng yang dibangun di dekat Pagaroejoeng disebut benteng van der Capellen sesuai nama Guebernur Jenderal Hindia Belanda,  GAGPh van der Capellen (1816-1826). Jenderal Hendrik Merkus de Kock adalah pimpinan militer Hindia Belanda yang mengirim Raaff ke pantai barat Sumatra. Pengiriman Raaff ini untuk membantu Asisten Residen yang berkedudukan di Tapanoeli yang saat itu Majoor GLC Rochmaler bermarkas di Natal dan K

Hearing Ranperda Cagar Budaya 2022

Pada hari Senin tanggal 20 Rajab 1443 H/ 21 Februari 2022 dilakukan dengar pendapat dengan masyarakat pemilik Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) di Kota Bukittinggi dengan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bukittinggi. Hadir mendampingi Pansus DPRD, SKPD terkait salah satunya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bukittinggi (Disdikbud). Dari Disdikbud dihadiri oleh Kepala Dinas dan didampingi oleh dua orang Pamong Budaya Muda Kota Bukittinggi. Kemudian hadir juga dari Bagian Hukum Setdako, Dinas PUPR, dan instansi terkait lainnya. Pada dengar pendapat ini, Tim Pansus mendapat banyak masukan dari masyarakat terkait sejarah, budaya, dan peninggalannya yang ada di Kota Bukittinggi. Serta arti penting sejarah dan peninggalannya bagi Kota Bukittinggi yang memiliki salah satu julukan sebagai Kota Bersejarah. Semenjak masa kolonial Bukittinggi telah menorehkan sejarah penting baik itu dari segi pemerintahan maupun perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Nama Jalan di Bukittinggi masa Belanda

Sejarah Bukittinggi (4): Nama Jalan Tempo Dulu di Kota Bukittinggi; Residentweg Fort de Kock, Zuidersingels dan Oostersingels Disalin dari blog Pustaha Depok Apa nama-nama jalan tempo dulu di Bukittinggi ?  Pertanyaan ini mungkin sepele dan tidak terlalu penting. Jika semua orang menganggap demikian, maka pertanyaan tersebut menjadi penting dalam artikel ini. Sebab (nama) jalan adalah penanda navigasi ketika siapapun yang berkunjung ke Bukittinggi. Kota Bukittinggi yang tempo doeloe disebut Fort de Kock , sebagai kota wisata, maka pertanyaan tersebut menjadi penting untuk diketahui. Residentweg te Fort de Kock (Zuid en Ooster) Bukittinggi tidak hanya Kota Wisata, juga kota bersejarah. Dalam hal ini, sejarah Bukittinggi menjadi elemen penting sebagai Kota Wisata. Sudah jelas bahwa sejarah awal Kota Bukittinggi adalah benteng Fort de Kock. Jalan dari dan ke benteng ini tiga arah: Dari selatan (dari Padang) melalui jalan Sudirman yang sekarang, terus ke jalan Istana dan jalan Yos Sudarso;

Kisah Cinta Bung Hatta

Gambar Ilustrasi: perpusnas  Disalin dari kiriman FB Histori & War Indonesia Berbeda dengan Soekarno dimana ia sangat piawai dalam berbicara dengan wanita dan dikagumkan. Hatta justru dikenal dengan sosok pemalu bahkan dengan wanita sekalipun. Didalam buku "Seratus Tahun Bung Hatta" yang tertulis oleh Meutia Farida Hatta yang tercantum bahwa Bung Hatta yang sudah berjuang untuk kebebasan dan Kemerdekaan Indonesia sejak muda ini dengan resiko bagaimanapun telah bersumpah tidak akan menikah selama Indonesia belum Merdeka. Dengan adanya sumpah ini ia terus memegang prinsipnya dengan kuat, walaupun begitu hal ini bukan isapan jempol semata, dikatakan Bung Hatta pernah mengenal beberapa wanita jelita pada masa itu dan saat bersekolah di Belanda juga terdapat banyak mahasiswi ingin mendekatinya. Namun tetap saja Hatta tidak akan tergoda dengan ajakan menikah meskipun ada pula usaha teman temannya untuk menjodohkan dirinya dengan wanita lain yang dikira cocok.