Langsung ke konten utama

54. Janjang Ampek Puluah


No. Regnas: PO2016072200138

Orang Minangkabau menyebutnya 'janjang' dalam percakapan Bahasa Indonesia Umum dikenal dengan nama 'tangga'. Banyak versi sejarah mengenai janjang ini, salah satunya yang saat ini diterima hampir seluruh masyarakat ialah kata 'Ampek Puluah' mewakili jumlah 'nagari' di Luhak Agam dan dalam penamaan janjang ini mengacu kepada empat puluh orang penghulu.

Bagi masyarakat Minangkabau dan khususnya Bukittinggi masa kini, hal ini terasa aneh karena Kota Bukittinggi bukan bagian dari Kabupaten Agam. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan kualitas pengetahuan sejarah, adat, dan budaya pada masyarakat Minangkabau.

Dalam narasi menyesatkan oleh pusat sering dan selalu kita dengar bahwa:

"Minangkabau itu ialah Provinsi Sumatera Barat sekarang yang daerah intinya dikenal dengan nama Luhak yakni Luhak Tanah Datar, sama dengan Kabupaten Tanah Datar sekarang. Luhak Agam, sama dengan Kabupaten Agam sekarang. Dan Luhak Lima Puluh Kota, sama dengan Kabupaten Lima Puluh Kota sekarang."

Hal tersebut memprihatinkan dan mengecewakan, karena generasi Minangkabau masa kini menelan bulat-bulat pemahaman pusat tersebut. Terdapat beberapa kesalahan, pertama dalam segi penamaan terjadi pengindonesiaan nama-nama tempat sehingga mengaburkan dan bahkan menghilangkan identitas, jati diri, dan makna sebenarnya. Kedua, menyamakan wilayah administrasi moderen dengan wilayah kebudayaan. Dan yang terakhir ini sangat fatal.

Memang benar bahwa sebagian besar wilayah Minangkabau berada dalam Provinsi Sumatera Barat sekarang. Namun bukan berarti Minangkabau itu ialah Sumatera Barat. Hendaknya dipelajari lebih lanjut tentang batas-batas wilayah Minangkabau.

Apabila Luhak disamakan dengan Kabupaten maka Kota Padang Panjang, Bukittinggi, dan Payakumbuh terbuang dari Peta Kebudayaan Minangkabau. Secara administratif moderen, Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam merupakan pemerintahan yang setara. Namun apabila berbicara mengenai Luhak maka Kota Bukittinggi merupakan bagian dari Luhak Agam.

Janjang Ampek Puluah merupakan salah satu jalur penghubung utama bagi masyarakat dari dan ke Pasa Ateh atau Pasa Bawah. Di kawasan Banto Trade Centre sekarang pada masa Kolonial Belanda merupakan tempat perhentian/ parkir/ terminal pedati. Pada masa kemudian dijadikan terminal mobil angkutan umum hingga kemudian pada tahun 2000an dibangun sebuah bangunan gedung pusat perbelanjaan.

Lalu lintas di Janjang Ampek Puluah pada masa dahulu terkenal ramai dan rapat hingga berakhir pada saat terminal dipindahkan. Akibatnya jumlah (volume) orang yang melalui Janjang Ampek Puluahpun berkurang.

Salah satu icon Janjang Ampek Puluah ialah gerbang bagonjong yang terdapat dipuncaknya yang dikawal oleh patung harimau di kanan-kiri. Harimau ialah binatang kebesaran dan sekaligus menjadi lambang dari Luhak Agam. Seperti yang diungkapkan dalam pepatah orang Minangkabau:

Bumino angek
Aia no karuah
Ikan no lia
Warna no Sirah
Lambang no Harimau Campo

Bahasa Indonesia:
Buminya panas
Airnya keruh
Ikannya liar
Warnanya merah
Lambangnya Harimau Campa

Baca juga:

  1. Janjang Ampek Puluah - Wikipedia
  2. Janjang Ampek Puluah: Undakan Bersejarah di Bukittinggi - Kompasiana
  3. Wisata Janjang di Kota Bukittinggi - Plesiran Kota Tua
  4. Janjang Ampek Puluah - Youtube
  5. Janjang Ampek Puluah - Tripadvistor

 Like & Follow: 

Join Our WAG: Konco Budaya
Join Our LINE Open Chat: Bukittinggi Culture, History, & Arts

Foto-foto:

1. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi
2. Internet




















Sumber: Rabbani Herba


Komentar

Acap Dilihat

Pasar di Bukittinggi dlm Kenangan Bung Hatta

Selain dari pedagang  yang datang menjualkan barangnya, tidak sedikit pula jumlah orang yang datang berbelanja dari kota-kota kecil atau dusun-dusun sekitar Bukittinggi. Selain dari tempat berjual beli, pasar itu tempat pesiar. Dikunjungi pula oleh beratus-ratus orang dari jauh datang bertamasya ke sana untuk menghilangkan perasaan sunyi yang menghinggapinya pada tempat tinggalnya. Foto selengkapnya silahkan klik disini Like & Follow:  Bukittinggi Culture, History, & Arts Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta Museum Rumah Adat Nan Baanjuang Peninggalan Sejarah Bukittinggi Join Our FB Group: Bukittinggi Culture, History, & Arts Follow Our Instagram: Bukittinggi Culture, History, & Arts Join Our WAG: Konco Budaya

Kontak Bidang Kebudayaan

BIDANG KEBUDAYAAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOTA BUKITTINGGI Kepala Bidang Drs. Mul Akhiar Dt. Sinaro Pamong Budaya Ahli Muda Sub Koordinator Permuseuman Beta Ayu Listiyorini, SS Sub Koordinator Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah Fakhri, SS Sub Koordinator Bina Seni dan Nilai Tradisi Yogian Hutagama, SST.Par, M.Sn surel: kebudayaanbkt@gmail.com linktr.ee/kebudayaan Jl. Sudirman No.9 Kelurahan Sapiran Kota Bukittinggi  26137

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.

19. SMP N 1 Bukittinggi

No Regnas: RNCB.20181025.02.001532 SK Penetapan: SK Menteri No PM.05/PW.007/MKP/2010   Status: dilindungi Undang-Undang     Gedung Sekolah SMP 1 berada di Jalan Sudirman No. 1, Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguak Panjang. Tidak ada keterangan yang jelas mengenai riwayat bangunan ini, tetapi dilihat dari bentuk arsitekturnya tampak bahwa bangunan ini mewakili gaya yang khas pada masa kolonial yang ditunjukkan pada bangunan tembok yang kokoh dan balok-balok kayu yang besar serta ukuran pintu dan jendela yang relatif besar pula.  Sampai sekarang bangunan ini masih berfungsi sebagai sekolah (SMP 1).  Bangunan yang berada di kompleks ini terdiri dari 3 blok bangunan. Bangunan utamanya berada di tengah-tengah yang dipergunakan sebagai ruang belajar mengajar. Dua buah bangunan lain merupakan bangunan tambahan yang dibuat tahun 1985 yang difungsikan sebagai ruang majelis guru dan ruang tata usaha.

Lilik #9

Hijab memiliki banyak bentuk dan nama, sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang memakainya. Hijab sendiri merupakan kata yang terdapat dalam Al Qur'an [1] dan Jilbab merupakan suatu kata yang populer dimasa Orde Baru. [2] Buya Hamka menerjemahkan Hijab dan Khimar sebagai 'selendang' atau ada juga yang mengatakan beliau menerjemahkannya sebagai 'Kudung' yang berarti 'Kerudung' [3]. Singkat kata, Hijab merupakan kata Syari'at yang merupakan suatu konsep tentang bagaimana seorang perempuan (muslimah) dalam menutupi salah satu auratnya. Sedangkan dalam ranah kebudayaan dikenal berbagai nama dan bentuk seperti; niqab, burqa, chadar (cadar), hijab, [4] dan lain sebagainya.

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Pasanggrahan di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

  Singgalang.co.id | Pelancongan adalah perjalanan dan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik secara perorangan atau berkelompok ke suatu tempat untuk sementara waktu. Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan mencari ketenangan, kedamaian, keseimbangan, keserasian dan kebahagiaan jiwa/batin. Di samping membutuhkan prasarana dan sarana transportasi, kegiatan ini juga membutuhkan sarana akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang dibutuhkan wisatawan adalah tempat menginap. Tiga contoh fasilitas akomodasi yang sangat lazim dikenal dan digunakan para pelancong saat sekarang adalah hotel, apartemen, dan guesthouse . Tempo doeloe, terutama pada kurun waktu empat dekade pertama awal abad ke-20, jenis-jenis akomodasi ini dikenal dengan sebutan hotel dan pasanggrahan. Sumber-sumber lama dari era Belanda, pada awalnya, mendefinisikan pasanggrahan sebagai tempat tinggal/menginap sementara bagi para ambtenar (pegawai pemerintah) atau orang-orang pemerintahan, termasuk juga aparat mil

72. Rumah Wakidi

  Wakidi lahir di Plaju, Palembang, Sumatra Selatan, sekitar tahun 1889. Orang tuanya orang Jawa yang berasal dari Semarang, kemudian mereka bekerja di Plaju, Sumatra. Sejak kecil Wakidi senang melukis dan semakin berkembang bakatnya itu ketika tahun 1903 Wakidi bersekolah di   Kweekschool   (sering disebut Sekolah Raja - sekolah guru) Bukit Tinggi. Di sekolah ini Wakidi mulai serius belajar melukis dengan bimbingan guru, terutama ia melukis tema-tema pemandangan alam, seperti: ngarai, sawah, gunung, dan sungai. Wakidi lulus tahun 1908 dan mulai mengajar di sana. Ia juga mengajar di INS Kayu Tanam pada tahun 1940-an dan sejak kemerdekaan tahun 1949 ia mengajar di sekolah menengah di Bukit Tinggi.

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

Lomba Vlog untuk Umum

  Halo, Sahabat Nusa! Kamu suka videografi? Sering membuat konten video vlogging atau semacamnya di media sosial kamu? Pas sekali, agaknya! Kali ini Nusa akan mewadahi bakatmu dalam sebuah lomba vlog :) Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam merevitalisasi potensi Jalur Rempah serta meningkatkan pemahaman dan pemaknaan Jalur Rempah, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan lomba Vlog di kompetisi Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia!