Langsung ke konten utama

Terkait Penutupan RANB dikala Hujan

Museum Rumah Adat Nan Baanjuang (RANB) merupakan salah satu museum yang terdapat di Kota Bukittinggi. Museum ini terdapat dalam objek wisata Kebun Binatang Kinantan yang merupakan salah satu objek wisata favorit di kota ini. Museum ini dibangun pada tahun 1935 dimasa Kolonial Belanda dengan tujuan sebagai fasilitas untuk menyimpan benda-benda koleksi budaya Minangkabau. Pada masa sekarang, museum ini telah berstatus Cagar Budaya.

Sejarah keberadaan Museum Rumah Adat Nan Baanjuang ini tidak terlepas dari Kebun Binatang itu sendiri. Karena penambahan bangunan museum oleh Belanda dimaksudkan untuk mempercantik Kebun Bunga yang mereka buat di atas Bukik Malambuang itu. Perkembangan selanjutnya, Kebun Bunga bertransformasi menjadi Kebun Binatang adapun Museum Rumah Adat Nan Baanjuang tetap dengan fungsinya yang semula, museum.

Museum ini walau dibangun atas instruksi Belanda namun tenaga dan bahan-bahan sepenuhnya berasal dari orang Minangkabau. Setidaknya melalui museum ini kita dapat menyaksikan salah satu pusaka dari orang tua kita zaman dahulu. Kepandaian ilmu pertukangan, seni, dan arsitektur orang Minangkabau dapat kita lihat melalui langgam arsitektur serta ukiran di rumah gadang ini. 

Layaknya Kebun Binatang yang telah berganti nama beberapa kali, pada zaman Belanda bernama Stram Park (Taman Stram) kemudian berubah menjadi Dieren Park (Kebun Binatang), dimasa kemerdekaan kemudian berubah nama menjadi Taman Puti Bungsu, kemudian berganti lagi menjadi Taman Bundo Kanduang, dan setelah itu menjadi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK). Demikian juga dengan museum ini, kami belum mendapat sumber yang pasti mengenai nama museum ini dimasa kolonial, akan tetapi sebelum bernama Museum Rumah Adat Nan Baanjuang, museum ini bernama Museum Bundo Kanduang.

Perkembangan kehidupan adminstrasi dan birokrasi di Kota Bukittinggi telah menyebabkan museum dan kebun binatang mengalami beberapa kali perubahan organisasi. Mulai dari Kantor kamudian menjadi UPTD dan selanjutnya menjadi Bidang. Pengelolaan museum sendiri pada awalnya disatukan, terakhir dikelola bersama dengan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan dibawah Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga. Namun pada tahun 2020 Museum Rumah Adat Nan Baajuang dikelola oleh Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, namun TMSBK masih tetap dikelola oleh Dinas Pariwisaata Pemuda dan Olahraga.

Terjadi beberapa perubahan semenjak pengelolaan oleh manajemen baru ini, perbedaan yang mencolok ialah museum tidak lagi menggunakan tiket masuk. Semua pengunjung Kebun Binatang dan Benteng de Kock dapat dengan bebas masuk ke dalam museum. Banyak pertimbangan tentunya, namun harapan manajemen agar hal ini dapat meringankan masyarakat yang berkunjung sekaligus menarik minat mereka untuk mendatangi museum.

Penghapusan tiket masuk tentunya memberi konsekuensi tersendiri, salah satunya yang sangat berpengaruh dalam pelestarian cagar budaya ialah dapat dengan bebasnya pengunjung keluar masuk sehingga ketika volume kunjungan wisatawan tinggi, akan susah mengendalikan para pengunjung. Hal ini sangat mengkhawatirkan dalam pelestarian cagar budaya karena mengingat usia bangunan yang sudah tua serta telah mengalami beberapa kali perbaikan.

Para pengunjungpun masih memiliki kesadaran yang kurang, terdapat beberapa hal yang sangat mencolok:

  1. Bagi pengunjung yang membawa anak-anak, mereka sering membiarkan anak-anak mereka berlarian di dalam rumah yang berlantai papan. Walau orang tua sudah diberi pemahaman namun hal ini tampaknya tidak berpengaruh banyak.
  2. Beberapa pengunjung yang suka memegang koleksi walau sudah beri tanda peringatan. Ketika diberi tahu terkait hal tersebut, mereka cenderung acuh.
  3. Ketika hari hujan museum sering dijadikan tempat berteduh, sehingga hal ini menyebabkan volume manusia yang berada dalam museum menjadi bertambah. Selain kapasitas yang terbatas, keberadaan pengunjung yang cenderung acuh terhadap kebersihan dan etika di dalam museum menyebabkan musuem kotor selepas mereka tinggalkan.
  4. Beberapa pengunjung juga kerap menggunakan lantai atas museum sebagai tempat duduk-duduk, bersantai, bergerombol, sehingga mengganggu lalu lintas dan sirkulasi pengunjung. 

Kebijakan menutup museum dikala hari hujan memang hanya berlaku di Museum Rumah Adat Nan baanjuang saja. Hal tersebut disebabkan dari keadaan yang melingkupi museum itu sendiri. Sangat berat beban dan tanggung jawab bagi manajeman dan tim pengelola karena benda-benda yang berada di dalam museum merupakan benda-benda budaya berusia tua dan berkategori cagar budaya. Ditambah dengan minimnya kesadaran para pengunjung terutama dalam etika berkunjung. Dan sekadar informasi bagi kita semua, perlindungan terhadap cagar budaya telah dipayungi oleh Undang Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya sehingga konsekuensi terhadap pelanggaran akan berujung pidana.


=============

Baca Juga:

Museum Rumah Baanjuang

=============

NO COMMENT:



=====================

Terima kasih banyak atas kunjungan pengunjung ke Museum Rumah Adat Nan Baanjuang, maafkan kekurangan kami dalam melayani karena yang menjadi prioritas kami sesungguhnya ialah menjaga, memelihara, dan melindungi benda-benda koleksi, baru kemudian memberikan edukasi dan pelayanan kepada para pengunjung. Manalah mungkin kami akan melakukan edukasi dan pelayanan kalau benda-benda koleksi kami tidak terawat, rusak, atau bahkan hancur.



Komentar

Acap Dilihat

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

Bukittinggi - Wilayah Admnistratif

  Ilustrasi: http://www.bukittinggikota.go.id/ Kota Bukittinggi merupakan kota terbesar ke-2 di Sumatera Barat setelah Kota Padang. Terletak di daratan tinggi Minangkabau tepatnya di Lembah Agam yang dikelilingi oleh Pegunungan Bukit Barisan dan diapit oleh Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Memiliki luas kurang lebih 25. 239 Km 2 dengan ketinggian 909-941 m di atas permukaan laut, serta dengan suhu udara berkisar antara 17.1 C s/d 24.9 C dengan iklim udara yang sejuk. Memiliki letak strategis yang merupakan segitiga perlintasan menuju ke utara, timur, dan selatan Pulau Sumatera. Kota Bukittinggi merupakan bagian dari kesatuan wilayah kebudayaan Luhak Agam dimana lokasi Kota Bukittinggi terletak di Nagari Kurai Limo Jorong, suatu satuan pemerintahan terendah dalam federasi Minangkabau. Luhak Agam berbeda dengan Kabupaten Agam baik dari segi komposisi wilayah maupun administrasi pemerintahan.

Bioskop Lintas Generasi di Kota Bukittinggi itu bernama Bioskop Eri

Bioskop Eri, salah satu bioskop legendaris yang ada di Kota Bukittinggi. Bioskop yang menjadi primadona pada tahun 80an hingga 90an ini masih aktif hingga saat ini meskipun berada pada titik nadir perjalanannya. Saat ini Bioskop Eri hanya buka pada waktu-waktu tertentu dengan stok film jadul yang masih diputar dengan tiket murah meriah.

Vandalisme terhadap Peninggalan Sejarah 09.10.20

Pada hari Jum'at tanggal 09 Oktober 2020, Tim Kebudayaan mendapat laporan perihal aksi Vandalisme pada salah satu Peninggalan Sejarah Kota Bukittinggi. Peninggalan Sejarah dimaksud ialah dengan nomor 94. Eks Tiang Listrik/Telpon .  Tim Kebudayaan mendapat objek yang terletak di trotoar depan Hotel Dymens, Simpang Yarsi sudah dicoret-coret dengan cat semprot warna mereah pada keempat sisinya. Tidak hanya itu, pada sisi yang menghadap ke Jalan Sudirman telah ditempeli dengan empat helai kertas HVS. Tampaknya tempelan kertas ini lebih dahulu dipasang. Masyarakat yang berada disekitar objek ini berkata bahwa kemarin (Kamis,08 Oktober2020) coretan tersebut belum ada. Kemungkinan coretan tersebut dilakukan pada malam hari Kamis. Memang tidak terdapat pengumuman atau peringatan yang dipasang pada objek dimaksud. Namun bukan berarti siapapun boleh berbuat sekehendak hatinya. Tidak mesti dilarang atau diberi tahu terlebih dahulu bahwa suatu perbuatan itu salah sehingga baru tak dikerjakan.

Perempuan Minang

Perempuan Melayu yang merdeka Berkuasa atas harta pusaka Menjadi tuan dalam keluarga Dimuliakan dalam Syari'at Diagungkan dalam Adat Perempuan Minang Baju kurung marwah dijaga Tak ada konde melainkan hijab ianya Jayalah Minang Jayalah Melayu Jayalah Islam April 2018

Stasiun KA Bukittinggi dalam Kenangan

Stasiun Bukittinggi dan Jejak Perkeretaapian yang Terlupakan by  @beyubaystory Perkeretaapian memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan suatu kota di Ranah Minang. Pasca ditemukannya kandungan batubara Ombilin di Kota Sawahlunto, seakan menjadi pengungkit bagi sektor perhubungan dan perdagangan. Mobilisasi hasil bumi dan manusia jauh lebih mudah pada zaman itu. Bukittinggi abad ke-19 tumbuh menjadi kota penting bagi pemerintah kolonial sekaligus kota urban tempo itu hingga akhirnya serba serbi wajah kota hadir termasuk rangkaian jalur kereta api.

Pawai Budaya di Batusangkar 2017

Mengikuti kegiatan Pawai Budaya yang diadakan di Istano Basa Pagaruyuang Batusangka pada hari Rabu tanggal 29 November 2017. Foto lengkap silahkan klik disini dan disini  

55. Janjang Gantuang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072200273 Dilindungi UU No.11 Th. 2010 Janjang Gantuang sesunguhnya merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan Pasa Lereng dengan Pasa Bawah & Pasa Aua Tajungkang. Tepat disebelahnya terdapat sebuah janjang lain yang bernama Janjang Tigo Baleh. Janjang Tigo Baleh sempat ditiadakan (tidak dapat tahun pasti) dan pada tahun 2017 dilakukan revitalisasi dengan membuat janjang baru di lokasi persis Janjang Tigo Baleh berada. Janjang baru mengambil bentuk berbeda, namun diberi nama sama.