Langsung ke konten utama

Polwan: Mereka lahir di Bukittinggi

Foto: goodreads

SELAMAT MILAD KE-73 POLWAN,
MEREKA LAHIR DI BUKITTINGGI

Sampai tahun 2006 tidak banyak orang tahu bahwa Korp Polisi Wanita (Polwan) lahir di Kota Bukittinggi 1 September 1948. Termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga tidak tahu hal itu.
Begini ceritanya. Tanggal 10-14 Januari 2006 Presiden SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] mengadakan kunjungan ke Sumatera Barat selama lima hari empat malam dalam rangka Pertemuan Bilateral RI-Malaysia di Istana Bung Hatta Bukittinggi.
Sehabis shalat Jumat, 11 Januari 2006, di Masjid Raya Birugo Bukittinggi, Presiden SBY kembali ke Istana Bung Hatta satu mobil dengan mantan Kapolri Jenderal Pol. Purn. Prof. Dr. Awalaoedin Djamin, MPA yang waktu itu menjabat Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Sesampai di persimpangan Jalan Sudirman dengan Jalan Agus Salim (Simpang Stasiun), depan Kantor Pos Bukittinggi, Presiden SBY melihat sebuah monumen dengan patung Polwan. "Itu patung apa, Pak Awal?" tanya Presiden.
"Itu Monumen Polwan, Pak Presiden. Polwan kan lahir di Bukittinggi," kata Jenderal Awaloedin menjelaskan. Lalu mantan Kapolri kelahiran Palinggam, Padang 1927, ini menceritakan sejarah singkat Polwan kepada Presiden.
Sampai di Istana Bung Hatta, Presiden SBY memanggil Kapolri Jenderal Pol. Sutanto yang termasuk rombongan 16 menteri yang menyertai kunjungan Presiden SBY ke Sumatera Barat. "Pak Kapolri, saya baru tahu ternyata Polwan kita lahir di Bukittinggi ini. Tolong ditulis bukunya," pinta Presiden.
"Siap, Bapak Presiden," kira-kira begitu jawab Kapolri.
Hari Kamis tanggal 9 Februari 2006, saya ikut acara puncak Peringatan Hari Pers Nasional di Gedung Merdeka Bandung yang dihadiri Presiden SBY. Sesuai protokol acara bersama Presiden, semua HP harus non-aktif atau silent. Sehabis acara, saya lihat HP Nokia 9300 saya. Ada banyak panggilan tak terjawab, lima di antaranya dari satu nomor yang sama. Sepertinya penting sekali. Saya panggil nomor tersebut.
"Selamat siang Pak Hasril, saya AKBP Akmil, Kabid Humas Polda Sumbar," jawab telepon di seberang.
"Oh ya, Pak Akmil, apa kabar?"
"Iya, Pak Hasril. Apakah Pak Hasril bisa ketemu Kapolda Sumbar hari ini atau besok?" katanya.
"Oh, maaf saya lagi di Bandung, Pak. Acara Hari Pers, baru hari Minggu pulang ke Padang," jawab saya.
"Kalau begitu hari Senin bisa ketemu Kapolda?"
"Insya Allah, soal apa kira-kira Pak Akmil?"
"Penting, Pak. Tapi biar Pak Kapolda langsung yang menyampaikan. Saya jadwalkan hari Senin pukul sepuluh ya Pak."
"Baik, Pak Akmil. Terima kasih."
Hari Senin 13 Februari 2006 saya pun bertemu Kapolda Sumbar Brigjen Pol. Sri Kresno didampingi AKBP Muhammad Akmil. Ketika itulah Kapolda menceritakan dialog Presiden SBY dan Kapolri Sutanto tentang monumen dan kelahiran Polwan di Bukittinggi itu.
"Saya dapat perintah Kapolri untuk mencari penulis guna menyusun buku Sejarah Polwan. Kebetulan saya sudah baca buku Pak Hasril, Biografi Brigjen Pol. Kaharoeddin Dt. Rangkayo Basa, mantan Kapolda Sumatera Tengah dan Gubernur Sumatera Barat yang pertama. Ini permintaan Kapolri langsung kepada saya, menulis sejarah Polwan dan sejarah Kepolisian RI di Sumatera Barat," kata Kapolda.
"Insya Allah, Pak Kapolda," jawab saya. Tentu ini sebuah kehormatan.
"Tapi ada permintaan khusus, Pak. Kalau bisa, buku ini sudah bisa kita luncurkan pada HUT Polri 1 Juli 2006," pinta Kapolda.
Saya coba menghitung hari. Masih ada 4,5 bulan. Saya ingat Khairul Jasmi , tandem saya menulis buku Biografi Kaharoeddin. Dia wartawan dan penulis cekatan. "Insya Allah bisa, Pak Kapolda," jawab saya.
Buku ini kami susun bertiga, saya, Khairul Jasmi dan Muhammad Akmil sendiri. Polda Sumbar bersedia pula membiayai saya pergi riset ke perpustakaan KITLV di Leiden, Belanda.
Alhamdulillah, jelang 1 Juli 2006 buku "Polisi Pejuang dan Polisi Masyarakat: Sejarah Kepolisian RI di Sumatera Barat/Tengah" ini pun selesai cetak dengan Kata Sambutan Kapolri Jenderal Pol. Sutanto dan Kata Pengantar Jenderal Pol. Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA. Satu bab khusus mengupas sejarah lahirnya Polwan di Bukittinggi, 1 September 1948. Itulah pertama kali sejarah Polwan dengan enam putri Minang sebagai Polwan pertama dituliskan dalam buku sejarah Polri yang lebih lengkap dan jelas.
Fakta ini membuktikan (sekali lagi) betapa para pemimpin di Sumatera Barat/Minangkabau sudah punya visi jauh ke depan dan memiliki peran besar dalam perjuangan merebut, memperatahankan, dan mengisi kemerdekaan RI.
Selamat HUT ke-73. Dirgahayu Korp Polisi Wanita Republik Indonesia.

Disalin dari kiriman FB Hasril Chaniago


Komentar

Acap Dilihat

Kontak Bidang Kebudayaan

BIDANG KEBUDAYAAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOTA BUKITTINGGI Kepala Bidang Drs. Mul Akhiar Dt. Sinaro Pamong Budaya Ahli Muda Sub Koordinator Permuseuman Beta Ayu Listiyorini, SS Sub Koordinator Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah Fakhri, SS Sub Koordinator Bina Seni dan Nilai Tradisi Yogian Hutagama, SST.Par, M.Sn surel: kebudayaanbkt@gmail.com linktr.ee/kebudayaan Jl. Sudirman No.9 Kelurahan Sapiran Kota Bukittinggi  26137

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.

19. SMP N 1 Bukittinggi

No Regnas: RNCB.20181025.02.001532 SK Penetapan: SK Menteri No PM.05/PW.007/MKP/2010   Status: dilindungi Undang-Undang     Gedung Sekolah SMP 1 berada di Jalan Sudirman No. 1, Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguak Panjang. Tidak ada keterangan yang jelas mengenai riwayat bangunan ini, tetapi dilihat dari bentuk arsitekturnya tampak bahwa bangunan ini mewakili gaya yang khas pada masa kolonial yang ditunjukkan pada bangunan tembok yang kokoh dan balok-balok kayu yang besar serta ukuran pintu dan jendela yang relatif besar pula.  Sampai sekarang bangunan ini masih berfungsi sebagai sekolah (SMP 1).  Bangunan yang berada di kompleks ini terdiri dari 3 blok bangunan. Bangunan utamanya berada di tengah-tengah yang dipergunakan sebagai ruang belajar mengajar. Dua buah bangunan lain merupakan bangunan tambahan yang dibuat tahun 1985 yang difungsikan sebagai ruang majelis guru dan ruang tata usaha.

Lilik #9

Hijab memiliki banyak bentuk dan nama, sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang memakainya. Hijab sendiri merupakan kata yang terdapat dalam Al Qur'an [1] dan Jilbab merupakan suatu kata yang populer dimasa Orde Baru. [2] Buya Hamka menerjemahkan Hijab dan Khimar sebagai 'selendang' atau ada juga yang mengatakan beliau menerjemahkannya sebagai 'Kudung' yang berarti 'Kerudung' [3]. Singkat kata, Hijab merupakan kata Syari'at yang merupakan suatu konsep tentang bagaimana seorang perempuan (muslimah) dalam menutupi salah satu auratnya. Sedangkan dalam ranah kebudayaan dikenal berbagai nama dan bentuk seperti; niqab, burqa, chadar (cadar), hijab, [4] dan lain sebagainya.

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Pasanggrahan di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

  Singgalang.co.id | Pelancongan adalah perjalanan dan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik secara perorangan atau berkelompok ke suatu tempat untuk sementara waktu. Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan mencari ketenangan, kedamaian, keseimbangan, keserasian dan kebahagiaan jiwa/batin. Di samping membutuhkan prasarana dan sarana transportasi, kegiatan ini juga membutuhkan sarana akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang dibutuhkan wisatawan adalah tempat menginap. Tiga contoh fasilitas akomodasi yang sangat lazim dikenal dan digunakan para pelancong saat sekarang adalah hotel, apartemen, dan guesthouse . Tempo doeloe, terutama pada kurun waktu empat dekade pertama awal abad ke-20, jenis-jenis akomodasi ini dikenal dengan sebutan hotel dan pasanggrahan. Sumber-sumber lama dari era Belanda, pada awalnya, mendefinisikan pasanggrahan sebagai tempat tinggal/menginap sementara bagi para ambtenar (pegawai pemerintah) atau orang-orang pemerintahan, termasuk juga aparat mil

Pasar di Bukittinggi dlm Kenangan Bung Hatta

Selain dari pedagang  yang datang menjualkan barangnya, tidak sedikit pula jumlah orang yang datang berbelanja dari kota-kota kecil atau dusun-dusun sekitar Bukittinggi. Selain dari tempat berjual beli, pasar itu tempat pesiar. Dikunjungi pula oleh beratus-ratus orang dari jauh datang bertamasya ke sana untuk menghilangkan perasaan sunyi yang menghinggapinya pada tempat tinggalnya. Foto selengkapnya silahkan klik disini Like & Follow:  Bukittinggi Culture, History, & Arts Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta Museum Rumah Adat Nan Baanjuang Peninggalan Sejarah Bukittinggi Join Our FB Group: Bukittinggi Culture, History, & Arts Follow Our Instagram: Bukittinggi Culture, History, & Arts Join Our WAG: Konco Budaya

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

Lomba Vlog untuk Umum

  Halo, Sahabat Nusa! Kamu suka videografi? Sering membuat konten video vlogging atau semacamnya di media sosial kamu? Pas sekali, agaknya! Kali ini Nusa akan mewadahi bakatmu dalam sebuah lomba vlog :) Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam merevitalisasi potensi Jalur Rempah serta meningkatkan pemahaman dan pemaknaan Jalur Rempah, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan lomba Vlog di kompetisi Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia!