Langsung ke konten utama

Tingkat Keterancaman Bahasa Minangkabau

 

Foto: Info Sumbar

PS: Biasakan untuk membaca Tulisan Sampai Akhir

SKALA EGIDS

FB Uli Kozok - Skala EGIDS (Expanded Graded Intergenerational Disruption Scale) digunakan untuk mengukur "kesehatan" bahasa. Bahasa yang paling sehat dan kuat adalah 1. BAHASA INTERNASIONAL seperti Arab, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol dan juga BAHASA NASIONAL dengan jutaan penutur seperti bahasa Indonesia, Jerman, atau Swahili.
Bahasa-bahasa yang lain memiliki status BAHASA DAERAH dengan berbagai tingkat kesehatan atau keamanan: 2 (masih aman) hingga 10 (sudah punah).
Contoh untuk tingkat 2 adalah bahasa daerah yang penting dan sangat kuat seperti Kurdi atau Katalan.
Bahasa daerah yang paling sehat di Indonesia adalah bahasa daerah yang masih relatif kuat dan juga dikuasai oleh suku-suku di sekitarnya seperti bahasa Aceh, Jawa, atau Sunda. Peringkat di sakala EGIDS 3 dan 4. Bahasa Toba berada di antara peringkat 4 dan 5.
Peringkat 6 tergolong masih relatif aman, tetapi memprihatinkan.
7 dan 8 berarti terancam punah; dan 9 dan 10 sudah punah.
Bahasa-bahasa yang masih relatif sehat di Sumatera, seperti bahasa-bahasa Batak, Minangkabau dan Melayu menduduki peringkat 5. Artinya untuk sementara masih aman, tetapi bagaimana dengan masa depannya?
Bahasa terutama diturunkan oleh ibu. Maka pertanyaan-pertanyaan berikut ditujukan kepada perempuan muda di Indonesia. Di antaranya, 11% sudah tidak lagi menggunakan bahasa daerah ketika berbicara dengan nenek dan kakeknya. 18% hanya berbahasa Indonesia dengan orang tuanya.
Artinya bahasa daerah masih dipakai dengan anggota keluarga yang tua. Ketika ditanya bahasa apa yang akan mereka pakai dengan anak-anaknya maka 72% menjawab hanya akan berbahasa Indonesia dengan anak-anaknya.
Dengan demikian dapat dipredikdi bahwa bahasa seperti Minangkabau atau Batak akan cepat menurun di skala EGIDS. 25 tahun lagi sudah menjadi memprihatinkan, dan 40 hingga 60 tahun ke depan sudah mulai terancam punah.
Oleh sebab itu sangat penting kita sedini mungkin mulai melancarkan kampanye berbangga berbahasa daerah.
=======================
Catatan: Kata-kata yang terdapat pada gambar ilustrasi merupakan gaya berbahasa remaja sekarang yang juga diikuti oleh orang dewasa seperti ibu-ibu sosialita, pekerjaan kantoran, Kaum Kemayu, atau orang-orang yang tinggal di kota-kota di Sumatera Barat. Gaya berbahasa tersebut populer dengan istilah "Bahasa Indomie" yang merupakan percampuran antara Bahasa Minang, Indonesia, dan Bahasa Gaul. Gaya Berbahasa ini bermula di Padang dan telah merambah ke luar dari batas-batas administratif kota tersebut. Banyak dikiritisi dan bahkan dicemooh karena tidak sesuai dengan adat/budaya orang Minangkabau. Karena bahasa ini secara tidak langsung menghancurkan tata bahasa Minangkabau dan Bahasa Indonesia itu sendiri. Gaya berbahasa mencampurkan antara Bahasa Minang dengan Bahasa Indonesia lazim digunakan untuk mencomooh orang-orang yang menggunakan Bahasa Indonesia dalam lingkungan pergaulan di Sumatera Barat pada masa dahulu. Kini telah mengalami pergeseran dimana dijadikan sebagai style berbahasa kekinian oleh sekelompok orang yang telah kehilangan identitas Keminangkabauannya.

Saran; Hindari atau jangan menggunakan gaya berbahasa seperti tersebut di atas karena akan merusak jati diri dan identitas daerah. Orang tua-tua dahulu telah mengingatkan;

Bahasa Menentukan Bangsa dan Bahasa Jiwa Peradaban

Jadi, tidak jelas bahasanya, maka tidak jelas bangsa mana ia dan dari peradaban mana ia berasal.

Orang Minang Masyarakat Dwi Bahasa: Sudah menjadi kearifan di Minangkabau, apabila bercakap menggunakan Bahasa Minang dan apabila menulis menggunakan Bahasa Melayu (Indonesia). Hal ini yang terlupa apalagi semenjak berakhirnya Era Surat-menyurat. Setiap orang Minang tanpa diajari akan dapat dan pandai Berbahasa Indonesia. Walaupun semenjak kanak-kanak hingga dewasa ia terbiasa bercakap menggunakan Bahasa Minang.

==================

Baca juga:

Komentar

Acap Dilihat

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

Bioskop Lintas Generasi di Kota Bukittinggi itu bernama Bioskop Eri

Bioskop Eri, salah satu bioskop legendaris yang ada di Kota Bukittinggi. Bioskop yang menjadi primadona pada tahun 80an hingga 90an ini masih aktif hingga saat ini meskipun berada pada titik nadir perjalanannya. Saat ini Bioskop Eri hanya buka pada waktu-waktu tertentu dengan stok film jadul yang masih diputar dengan tiket murah meriah.

Perempuan Minang

Perempuan Melayu yang merdeka Berkuasa atas harta pusaka Menjadi tuan dalam keluarga Dimuliakan dalam Syari'at Diagungkan dalam Adat Perempuan Minang Baju kurung marwah dijaga Tak ada konde melainkan hijab ianya Jayalah Minang Jayalah Melayu Jayalah Islam April 2018

Stasiun KA Bukittinggi dalam Kenangan

Stasiun Bukittinggi dan Jejak Perkeretaapian yang Terlupakan by  @beyubaystory Perkeretaapian memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan suatu kota di Ranah Minang. Pasca ditemukannya kandungan batubara Ombilin di Kota Sawahlunto, seakan menjadi pengungkit bagi sektor perhubungan dan perdagangan. Mobilisasi hasil bumi dan manusia jauh lebih mudah pada zaman itu. Bukittinggi abad ke-19 tumbuh menjadi kota penting bagi pemerintah kolonial sekaligus kota urban tempo itu hingga akhirnya serba serbi wajah kota hadir termasuk rangkaian jalur kereta api.

55. Janjang Gantuang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072200273 Dilindungi UU No.11 Th. 2010 Janjang Gantuang sesunguhnya merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan Pasa Lereng dengan Pasa Bawah & Pasa Aua Tajungkang. Tepat disebelahnya terdapat sebuah janjang lain yang bernama Janjang Tigo Baleh. Janjang Tigo Baleh sempat ditiadakan (tidak dapat tahun pasti) dan pada tahun 2017 dilakukan revitalisasi dengan membuat janjang baru di lokasi persis Janjang Tigo Baleh berada. Janjang baru mengambil bentuk berbeda, namun diberi nama sama.

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.