Langsung ke konten utama

" 𝗦𝘆𝗲𝗸𝗵 𝗔𝗯𝗱𝘂𝗿𝗿𝗮𝗵𝗺𝗮𝗻 𝗕𝗮𝘁𝘂𝗵𝗮𝗺𝗽𝗮𝗿 "

Ilustrasi: Bincang Syariah

Disalin dari kiriman FB Aldiyansyah Chaniago

𝚄𝚕𝚊𝚖𝚊 𝙱𝚎𝚜𝚊𝚛 𝚃𝚎𝚛𝚔𝚎𝚖𝚞𝚔𝚊 𝙼𝙸𝙽𝙰𝙽𝙶𝙺𝙰𝙱𝙰U 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚄𝚕𝚊𝚖𝚊 𝚋𝚎𝚜𝚊𝚛 Ranah 𝙼𝚒𝚗𝚊𝚗𝚐
➖➖➖➖➖
Ulama Qira’at al-Qur’an dan Sufi Besar. Ulama yang sangat masyhur kebesaran tokohnya sebagai ahli ilmu qira’at al-Qur’an dan juga ulama tasawuf. Dalam tasawuf, kapasitas beliau adalah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Nama lengkapnya adalah Maulana Syekh Abdurrahman bin Abdullah al-Khalidi Batuhampar.
Syekh Abdurrahman Abdullah Batuhampar (Lahir :1783- Wafat 1899)

Ia adalah ayah dari Syekh Arsyad Batuhampar (wafat 1924), dan kakek dari Syekh Muhammad Arifin Al-Arsyadi (wafat 1939),& Kakek Dari Mohammad Hatta Proklamator RI/ Kakek Dari Wakil Presiden Pertama.
Seperti tampak dari gelar maulana tersebut, tokoh ini merupakan seorang ahli tarekat. Namun, keahliannya tidak hanya di sana, tetapi juga mencakup bidang fikih, syariat, ilmu Alquran, dan lain-lain.
Syekh Abdurrahman Batuhampar menurunkan beberapa putra yang juga menjadi ulama besar. Di antaranya adalah Syekh Arsyad b. Abdurrahman (1849-1924) dan Syekh Muhammad Djamil b. Abdurrahman Batuhampar (1873-1903). Syekh Muhammad Djamil b. Abdurrahman Batuhampar inilah yang kemudian memiliki anak bernama Muhammad Hatta (Bung Hatta), yang kelak dicatat sebagai sosok besar proklamator kemerdekaan Indonesia dan wakil presiden pertama RI.
Dalam sejarah Islam di Indonesia, Ranah Minangkabau memunculkan banyak ulama besar. Mereka berpengaruh luas tidak hanya di Tanah Air, tetapi juga kawasan Asia Tenggara atau bahkan dunia. Salah satu di antaranya adalah Syekh Abdurrahman. Pendiri Surau Batuhampar itu juga merupakan seorang proklamator Republik Republik Indonesia, Mohammad Hatta. Pengamal tasawuf.
Masa yang dicapai Syekh Abdurrahman dalam penelitian rihlah yang telah ditemukan 48 tahun. Setelah setengah abad usia dalam thalabul `ilmi, ia akhirnya pulang ke kampung halaman. Saat itu, usianya sudah mencapai 63 tahun.

Sebagai seorang alim, dia tergerak untuk membina umat. Ingin rasanya melihat masjid kembali ramai dan makmur. Dalam berdakwah, Syekh Abdurrahman melakukan pendekatan secara bertahap. Sikap ramah dan pemurah menjadi langkah awal mendekati masyarakat.
Dalam sejarah pendidikan Islam di Minangkabau, Surau merupakan institusi yang tidak bisa dikesampingkan. Surau memainkan peranan yang sangat signifikan dalam menyebarkan keilmuan Islam jauh sebelum pendidikan modern yang berbasis Madrasah muncul. Dalam sejarah tercatat, tokoh-tokoh besar yang mempunyai pengaruh luas banyak lahir dari Surau. Mereka dididik dan dibesarkan dalam lingkungan Surau. Sebutlah beberapa nama seumpama Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1916) yang pernah menjadi Mufti mazhab Syafi’i dan Imam di Mesjid al-Haram Mekah; Syekh Thahir Jalaluddin yang menjadi Mufti di Pulau Penang Malaysia; Syekh Janan Thaib yang menjadi guru besar pula di Mekkah al-Mukarramah, dan banyak lagi lainnya. Begitu pula tokoh-tokoh nasional yang berjasa dalam masa awal pembentukan Indonesia, semisal Agus Salim, Hamka, Hatta dan lainnya. Ketokohan mereka tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dari Surau, atau boleh dikata pernah beroleh pendidikan di Surau.
Untuk memperoleh gambaran sebuah kompleks pendidikan surau di abad-abad yang lalu di Minangkabau, kita akan melihat aktivitas surau besar yang didirikan oleh Syekh Abdurrahman (1777-1899), yaitu surau Batu Hampar, Payakumbuh.
Syekh Batu Hampar dan Jejak Biografis Tokoh Abad XIX

Syekh Batu Hampar ialah salah seorang ulama terkemuka di pedalaman Minangkabau di abad XIX. Ulama besar nan saleh itu ialah Tuan Syekh Abdurrahman Batu Hampar, kakek dari proklamator RI, Muhammad Hatta. Tuan Syekh Batu Hampar ini disebut oleh orang banyak dengan panggilan “Beliau”, sebagai ta’zhim dan hormat akan ulama kharismatik ini, sebab bila disebut nama Beliau secara langsung terasa akan kurang adab. Menurut Tarikh-nya Beliau dilahirkan pada tahun 1783. Ayah Beliau Abdullah gelar Rajo Baintan, sedang ibu beliau dikenal dengan panggilan Tuo Tungga. Beliau dilahirkan di lingkungan yang taat beragama dan cinta ilmu pengetahuan kondisi inilah yang secara langsung membentuk kepribadian beliau yang saleh dan cinta dengan ilmu, watak ini pula yang diwarisi oleh keturunan Tuan Syekh Batu Hampar di kemudian hari, tercatat anak cucu beliau merupakan Syekh belaka.
Pengembaraan Beliau menuntut ilmu di mulai pada usia yang masih beliau. Tepat di umur 15 tahun, Beliau meminta izin kepada ayahnya untuk pergi merantau menuntut ilmu ke Gologandang di daerah Batu Sangkar. Beliau pun berangkat ke Batusangkar untuk menemui seorang ulama yang terkemuka masa itu, “Beliau Gologandang”. Syekh Abdurrahman menghabiskan beberapa tahun menuntut ilmu kepada ulama besar ini. Konon kabarnya, Syekh Abdurrahman pergi ke Gologandang dengan membawa tas rotan yang berisi pakaian, sebuah buntil berisi beras, satu leha (untuk mengaji) dan uang 6 sen yang diberikan orang tuanya untuk bekal selama berjalan.
Setelah bertahun-tahun menimba ilmu di Gologandang, kemudian Beliau berangkat ke tempat yang lebih jauh lagi. Dengan berjalan kaki, menempuh perjalanan yang memang sulit, Syekh Abdurrahman pergi ke Tapak Tuan – Aceh Barat untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi. Di sini Syekh Abdurrahman menghabiskan waktu selama 8 tahun, menuntut ilmu agama. Dari Tapak Tuan, Beliau berlayar ke Mekkah untuk mengerjakan Haji dan menambah ilmu yang lebih tinggi lagi. Di Mekkah, Beliau sempat bermukim menuntut ilmu selama 7 tahun. Di sini pula beliau belajar tarekat Naqsyabandiyah, dan mendapat ijazah di Jabal Abi Qubais. Syekh Abdurrahman pula kembali ke kampung Halamannya, kemudian pergi lagi ke Mekkah. Pada akhirnya beliau kembali pulang ke Minangkabau.
Syekh Abdurrahman menjalankan misi dakwahnya dengan lembut. Ia tak pernah keras dalam menanamkan nilai-nilai Islam. Sebaliknya, syiar Islam disampaikannya dengan sopan santun. Alhasil, orang-orang yang diajaknya untuk berbuat baik tidak merasa sedang digurui.
Membangun surau Untuk kepentingan syiar Islam, Syekh Abdurrahman mendirikan kompleks pendidikan tradisional Islam. Kalau di Jawa, lembaga demikian disebut sebagai pesantren. Namun, orang-orang Sumatra Barat menamakannya surau.
Pembangunan surau itu sangat didukung masyarakat Nagari Batuhampar. Mereka bergotong royong untuk mewujudkannya. Begitu selesai dibangun, institusi itu segera menarik minat banyak orang. Alhasil, dari waktu ke waktu, jumlah murid Syekh Abdurrahman kian bertambah. Dari yang semula puluhan, kini sudah mencapai ratusan orang.
Batu Hampar tak lepas dari sejarah perkembangan pendidikan pesantren di Minangkabau.
Surau ini merupakan prototipe dalam artian surau sebagai lembaga pendidikan Islam yang profesional kala itu. Surau Batu Hampar dibangun Syekh Abdurrahman yang merupakan kakenda Bung Hatta, beliau merupakan salah satu ulama terkemuka di Ranah Minang.
Abdurrahman b. Abdullah Batuhampar (1783-1899), seorang ulama yang sangat masyhur kebesaran tokohnya sebagai ahli ilmu qira’at al-Qur’an dan juga ulama tasawuf. Dalam tasawuf, kapasitas beliau adalah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Beliau yang ikut masuk dalam diskursus Islam di Mekah, beliau juga meninggalkan murid-murid yang menjadi ulama besar dan yang berpengaruh luas di abad 20. Di antara murid-murid itu ialah:
1. Syekh Batubara Andaleh
2. Syekh Batangkapeh (Pesisir Selatan)
3. Syekh Yahya al-Khalidi Magek (salah satu soko guru ulama-ulama PERTI)
4. Syekh Abdurrahman al-Khalidi Kumango (masyhur sebagai ulama sufi dalam Thariqat Sammaniyah dan peletak dasar Silek Kumango)
5. Syekh Abdullah Halaban
6. Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus (sufi ternama)
7. Syekh Muhammad Salim al-Khalidi Bayur Maninjau
8. Syekh Sulaiman Arrasuli Canduang

9. dan anak beliau sendiri, Syekh Arsyad (ahli qira’at dan qasidah ternama, memperoleh ijazah tamm dalam ilmu qira’at tujuh dari Syaikh As’ad al-Asyi di Mekkah) 



Komentar

Acap Dilihat

72. Rumah Wakidi

  Wakidi lahir di Plaju, Palembang, Sumatra Selatan, sekitar tahun 1889. Orang tuanya orang Jawa yang berasal dari Semarang, kemudian mereka bekerja di Plaju, Sumatra. Sejak kecil Wakidi senang melukis dan semakin berkembang bakatnya itu ketika tahun 1903 Wakidi bersekolah di   Kweekschool   (sering disebut Sekolah Raja - sekolah guru) Bukit Tinggi. Di sekolah ini Wakidi mulai serius belajar melukis dengan bimbingan guru, terutama ia melukis tema-tema pemandangan alam, seperti: ngarai, sawah, gunung, dan sungai. Wakidi lulus tahun 1908 dan mulai mengajar di sana. Ia juga mengajar di INS Kayu Tanam pada tahun 1940-an dan sejak kemerdekaan tahun 1949 ia mengajar di sekolah menengah di Bukit Tinggi.

Pasar di Bukittinggi dlm Kenangan Bung Hatta

Selain dari pedagang  yang datang menjualkan barangnya, tidak sedikit pula jumlah orang yang datang berbelanja dari kota-kota kecil atau dusun-dusun sekitar Bukittinggi. Selain dari tempat berjual beli, pasar itu tempat pesiar. Dikunjungi pula oleh beratus-ratus orang dari jauh datang bertamasya ke sana untuk menghilangkan perasaan sunyi yang menghinggapinya pada tempat tinggalnya. Foto selengkapnya silahkan klik disini Like & Follow:  Bukittinggi Culture, History, & Arts Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta Museum Rumah Adat Nan Baanjuang Peninggalan Sejarah Bukittinggi Join Our FB Group: Bukittinggi Culture, History, & Arts Follow Our Instagram: Bukittinggi Culture, History, & Arts Join Our WAG: Konco Budaya

Kontak Bidang Kebudayaan

BIDANG KEBUDAYAAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOTA BUKITTINGGI Kepala Bidang Drs. Mul Akhiar Dt. Sinaro Pamong Budaya Ahli Muda Sub Koordinator Permuseuman Beta Ayu Listiyorini, SS Sub Koordinator Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah Fakhri, SS Sub Koordinator Bina Seni dan Nilai Tradisi Yogian Hutagama, SST.Par, M.Sn surel: kebudayaanbkt@gmail.com linktr.ee/kebudayaan Jl. Sudirman No.9 Kelurahan Sapiran Kota Bukittinggi  26137

Pasanggrahan di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

  Singgalang.co.id | Pelancongan adalah perjalanan dan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik secara perorangan atau berkelompok ke suatu tempat untuk sementara waktu. Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan mencari ketenangan, kedamaian, keseimbangan, keserasian dan kebahagiaan jiwa/batin. Di samping membutuhkan prasarana dan sarana transportasi, kegiatan ini juga membutuhkan sarana akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang dibutuhkan wisatawan adalah tempat menginap. Tiga contoh fasilitas akomodasi yang sangat lazim dikenal dan digunakan para pelancong saat sekarang adalah hotel, apartemen, dan guesthouse . Tempo doeloe, terutama pada kurun waktu empat dekade pertama awal abad ke-20, jenis-jenis akomodasi ini dikenal dengan sebutan hotel dan pasanggrahan. Sumber-sumber lama dari era Belanda, pada awalnya, mendefinisikan pasanggrahan sebagai tempat tinggal/menginap sementara bagi para ambtenar (pegawai pemerintah) atau orang-orang pemerintahan, termasuk juga aparat mil

Pacuan Kudo Bukik Ambacang

padangheritage   Catatan  @padangheritage : Bukit Ambacang, Lokasi Pacuan Kuda Tertua di Indonesia Olahraga pacu kuda sudah menjadi kegiatan umum yang dilakukan masyarakat bukittinggi jauh sebelum indonesia merdeka. Salah satu peninggalannya adalah Klub Pacu Kuda Bukittinggi yang sudah ada sejak Tahun 1889. Tulisannya termuat di sebuah tugu di dalam arena: Herdenking Van Het Veertig Jariigbestan der Fort de Koksche Wedloop Societeit 1889-1929 (Peringatan 40 tahun berdirinya klub pacu kuda Bukittinggi)

12. Tugu PDRI

Tugu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi dibangun pada tahun 1949. Pembangunan tugu ini diprakarsai oleh Engku Buyuang Padang Dt. Sutan Marajo[1]. Tugu ini dibangun untuk mengenang Bukittinggi pernah memainkan peran sangat penting dimasa revolusi kemerdekaan yakni mejadi Ibu Kota Republik Indonesia setelah kejatuhan Jogjakarta pada masa Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948.

Lomba Vlog untuk Umum

  Halo, Sahabat Nusa! Kamu suka videografi? Sering membuat konten video vlogging atau semacamnya di media sosial kamu? Pas sekali, agaknya! Kali ini Nusa akan mewadahi bakatmu dalam sebuah lomba vlog :) Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam merevitalisasi potensi Jalur Rempah serta meningkatkan pemahaman dan pemaknaan Jalur Rempah, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan lomba Vlog di kompetisi Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia!

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.

41. Penjara Lama

Sumber: Tropen Museum No Registrasi Nasional:  PO2016052000025 Dilindungi oleh UU No.11 tahun 2010 Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bukittinggi merupakan salah satu bangunan atau komplek bangunan tertua di Bukit Tinggi (komplek bangunan tua lainnya ialah Komplek Benteng de Kock-1826 dan Komplek Militer-1860an), dibangun sekitar tahun 1864. Sebelum pembangunan tahun 1864, penjara ini sudah ada namun dengan kondisi seadanya, terbuat dari kayu dan digunakan untuk menahan Mujahid Paderi.  Pada tahun 1990an bangunan penjara ini tidak lagi difungsikan dan dipindahkan ke LP Biaro yang berjarak sekitar 8 Km dari pusat kota Bukittinggi.