Langsung ke konten utama

Kisah Penahanan Bung Hatta di Pesanggrahan Menumbing Bangka Barat (II)

Melihat Berghotel, Bangunan 2 Juta Gulden Yang Diubah Belanda Jadi Tahanan Bung Hatta


Penulis: Kontributor Pangkalpinang, Heru Dahnur |
Editor Teuku Muhammad Valdy Arief 

Foto: indonesiaheritage-cities.org

BANGKA BARAT, KOMPAS.com
Pesanggrahan Menumbing atau dalam bahasa Belanda disebut Berghotel (tempat bersantai), merupakan salah satu situs bersejarah yang berlokasi di puncak Perbukitan Menumbing, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung.

Konon lokasi puncak Menumbing ditemukan pertama kali oleh ilmuan Belanda yang pernah melakukan penelitian Botani di kawasan itu.

Penemuan itu kemudian dilaporkan pada perusahaan timah Belanda, Bangka Tin Winning (BTW).

Kemudian disusunlah rencana pembangunan Berghotel. Perusahaan timah pun harus merogoh kocek hingga 2 juta gulden untuk membiayai pembangunan tersebut.

Selain membuat bangunan utama, Belanda juga membuka jalan berlapis batu melingkari perbukitan hingga ke puncak Menumbing.

Anggaran pembangunan digelontorkan pihak perusahaan karena ketika itu produksi timah melimpah dengan harga jual yang tinggi.

Berbekal dana yang cukup, maka pembangunan Pesanggrahan Menumbing terbilang singkat. Yakni dimulai pada 1927 dan diresmikan penggunaannya pada 1928.

Pesanggrahan Menumbing dibangun berbentuk persegi sehingga sekilas lebih mirip benteng. Pembangunan menggunakan bahan baku utama berupa bebatuan granit yang banyak dijumpai di perbukitan Menumbing.

Berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (Mdpl) Pesanggrahan Menumbing memang cocok sebagai tempat peristirahatan.

Untuk mencapai lokasi ini, pengunjung harus melewati jalanan berbelok yang kiri kanannya ditumbuhi berbagai jenis pepohonan.

Di Pesanggrahan Menumbing pengunjung bisa merasakan udara yang sejuk serta memanjakan mata dengan pemandangan laut dan hamparan kota Mentok dari ketinggian.

Kepala Seksi Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Bangka Barat, Ferhad Irvan mengatakan, pembangunan Pesanggrahan Menumbing dilakukan dengan mengerahkan tenaga kerja pribumi dan etnis Tionghoa.

Bahkan diyakini juga sebagian dari pekerja tersebut merupakan para tahanan kasus kejahatan atau tawanan perang.

“Membuka hutan dan membuat jalan bukanlah pekerjaan mudah. Butuh biaya dan pekerja dalam jumlah banyak dan juga mereka harus terampil,” kata Ferhad kepada Kompas.com di Pesanggrahan Menumbing, Rabu (11/8/2021).

Ferhad menuturkan, desain bangunan bercorak Eropa dengan komposisi bebatuan yang tertata rapi di setiap sisinya.

“Bangunan ini terdiri dari dua tingkat, pada bagian puncak ada ventilasi sebagai sirkulasi udara ke dalam ruangan,” ujar Ferhad.

Berbagai potret serta ruang istarahat dan meja kerja para pendiri bangsa kala itu masih bisa dijumpai di Pesanggarahan Menumbing.

Termasuk juga sebuah mobil sedan bn 10 yang biasa digunakan Sukarno dan Hatta untuk bepergian selama pengasingan di Bangka.

Sejarawan Bangka Belitung Akhmad Elvian mengatakan, Pesanggrahan Menumbing memiliki nilai sejarah tinggi karena pernah menjadi lokasi pengasingan Mohammad Hatta.

Ketika itu pada 22 Desember 1948, para pendiri bangsa tiba di Bangka Barat.

Kehadiran tokoh proklamator dan kawan-kawan sebagai buntut dari Agresi Militer Belanda II yang berhasil menguasai pusat pemerintahan republik di Yogyakarta.

“Selain Bung Hatta, ada A Gafar Pringgodigdo, Mr Assa’at dan Commodor Suryadarma. Kemudian menyusul Ali Sastroamidjojo dan Mr M Roem diasingkan di sini,” kata Elvian.

Seiring kedatangan para tahanan politik tersebut, maka fungsi Pesanggrahan Menumbing pun ikut berubah.

Bahkan Belanda sempat membuat jeruji berukuran 4 x 6 meter yang diyakini sebagai tempat menahan Bung Hatta dan rekan-rekannya.

“Sketsa dari jeruji atau kerangkeng tersebut masih bisa dilihat, dipajang berdampingan dengan sketsa bangunan pesanggrahan ini,” ujar Elvian.

Penahanan Bung Hatta dan tokoh lainnya di dalam jeruji dinilai sebagai bentuk kekhawatiran Belanda, sebab dukungan masyarakat setempat terhadap para pendiri bangsa tersebut sangat tinggi.

Masyarakat juga sangat antusias atas informasi kemerdekaan yang telah dikumandangkan melalui proklamasi 17 Agustus 1945.

“Sehingga bisa saja ada kelompok masyarakat yang membantu melarikan para tokoh tersebut. Karena di Sumatera Utara, pengasingan Bung Karno dipindahkan karena ada masyarakat yang ingin membebaskan beliau,” ujar Elvian.

Menurut Elvian, penahanan menggunakan kerangkeng tidak berlangsung lama.

Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tergabung dalam Komisi Tiga Negara (KTN) datang ke Pesanggrahan Menumbing untuk berdialog dengan Bung Hatta.

Ketika itu utusan bernama TK. Critcly yang berasal dari Australia merasa prihatin dan melayangkan nota protes karena tempat pengasingan dinilai tidak manusiawi.

Belanda kemudian merespon dengan membongkar kerangkeng dan menyiapkan kamar sebagai tempat beristirahat.

Menariknya, kata Elvian, selama kunjungan tim dari KTN, Bijen Konvoor Federal overly (BFO) maupun perwakilan Republik Indonesia Serikat (RIS), Hatta menolak untuk berunding sampai Bung Karno dihadirkan di Bangka Barat.

Alhasil Bung Karno dan Agus Salim kemudian diterbangkan menggunakan pesawat Amfibi ke Pulau Bangka.

Mereka mendarat di Pelabuhan Pangkalbalam, kemudian melanjutkan perjalanan darat ke Bangka Barat. “Ini meluruskan informasi juga, bahwa selama di Bangka Barat, Bung Karno itu tinggal di Wisma Ranggam dekat kota Mentok.

Sedangkan Bung Hatta tetap di Pesanggrahan Menumbing. Ketika perundingan dilakukan saat semuanya sudah berkumpul, Hatta dan sejumlah tokoh yang turun dari Pesanggrahan Menumbing ke Wisma Ranggam,” ungkap Elvian.

Foto-foto yang memerlihatkan Sukarno di Pesanggrahan Menumbing, kata Elvian merupakan foto kunjungan atau kegiatan napak tilas yang diikuti juga masyarakat setempat.

Sementara untuk tempat tinggal, Sukarno tetap berada di Wisma Ranggam yang terpaut sekitar enam kilometer dari Pesanggrahan Menumbing.

“Kalau di Menumbing kan dingin, alasan kesehatan Soekarno tetap tinggal di bawah di Wisma Ranggam. Kedua tokoh bangsa itu juga sengaja dipisahkan untuk memudahkan pengawasan Belanda,” ujar Elvian.


Disalin dari Regional Kompas



Komentar

Acap Dilihat

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

19. SMP N 1 Bukittinggi

No Regnas: RNCB.20181025.02.001532 SK Penetapan: SK Menteri No PM.05/PW.007/MKP/2010   Status: dilindungi Undang-Undang     Gedung Sekolah SMP 1 berada di Jalan Sudirman No. 1, Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguak Panjang. Tidak ada keterangan yang jelas mengenai riwayat bangunan ini, tetapi dilihat dari bentuk arsitekturnya tampak bahwa bangunan ini mewakili gaya yang khas pada masa kolonial yang ditunjukkan pada bangunan tembok yang kokoh dan balok-balok kayu yang besar serta ukuran pintu dan jendela yang relatif besar pula.  Sampai sekarang bangunan ini masih berfungsi sebagai sekolah (SMP 1).  Bangunan yang berada di kompleks ini terdiri dari 3 blok bangunan. Bangunan utamanya berada di tengah-tengah yang dipergunakan sebagai ruang belajar mengajar. Dua buah bangunan lain merupakan bangunan tambahan yang dibuat tahun 1985 yang difungsikan sebagai ruang majelis guru dan ruang tata usaha.

Lilik #9

Hijab memiliki banyak bentuk dan nama, sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang memakainya. Hijab sendiri merupakan kata yang terdapat dalam Al Qur'an [1] dan Jilbab merupakan suatu kata yang populer dimasa Orde Baru. [2] Buya Hamka menerjemahkan Hijab dan Khimar sebagai 'selendang' atau ada juga yang mengatakan beliau menerjemahkannya sebagai 'Kudung' yang berarti 'Kerudung' [3]. Singkat kata, Hijab merupakan kata Syari'at yang merupakan suatu konsep tentang bagaimana seorang perempuan (muslimah) dalam menutupi salah satu auratnya. Sedangkan dalam ranah kebudayaan dikenal berbagai nama dan bentuk seperti; niqab, burqa, chadar (cadar), hijab, [4] dan lain sebagainya.

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Pasanggrahan di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

  Singgalang.co.id | Pelancongan adalah perjalanan dan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik secara perorangan atau berkelompok ke suatu tempat untuk sementara waktu. Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan mencari ketenangan, kedamaian, keseimbangan, keserasian dan kebahagiaan jiwa/batin. Di samping membutuhkan prasarana dan sarana transportasi, kegiatan ini juga membutuhkan sarana akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang dibutuhkan wisatawan adalah tempat menginap. Tiga contoh fasilitas akomodasi yang sangat lazim dikenal dan digunakan para pelancong saat sekarang adalah hotel, apartemen, dan guesthouse . Tempo doeloe, terutama pada kurun waktu empat dekade pertama awal abad ke-20, jenis-jenis akomodasi ini dikenal dengan sebutan hotel dan pasanggrahan. Sumber-sumber lama dari era Belanda, pada awalnya, mendefinisikan pasanggrahan sebagai tempat tinggal/menginap sementara bagi para ambtenar (pegawai pemerintah) atau orang-orang pemerintahan, termasuk juga aparat mil

Pasar di Bukittinggi dlm Kenangan Bung Hatta

Selain dari pedagang  yang datang menjualkan barangnya, tidak sedikit pula jumlah orang yang datang berbelanja dari kota-kota kecil atau dusun-dusun sekitar Bukittinggi. Selain dari tempat berjual beli, pasar itu tempat pesiar. Dikunjungi pula oleh beratus-ratus orang dari jauh datang bertamasya ke sana untuk menghilangkan perasaan sunyi yang menghinggapinya pada tempat tinggalnya. Foto selengkapnya silahkan klik disini Like & Follow:  Bukittinggi Culture, History, & Arts Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta Museum Rumah Adat Nan Baanjuang Peninggalan Sejarah Bukittinggi Join Our FB Group: Bukittinggi Culture, History, & Arts Follow Our Instagram: Bukittinggi Culture, History, & Arts Join Our WAG: Konco Budaya

Kontak Bidang Kebudayaan

BIDANG KEBUDAYAAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOTA BUKITTINGGI Kepala Bidang Drs. Mul Akhiar Dt. Sinaro Pamong Budaya Ahli Muda Sub Koordinator Permuseuman Beta Ayu Listiyorini, SS Sub Koordinator Cagar Budaya dan Peninggalan Sejarah Fakhri, SS Sub Koordinator Bina Seni dan Nilai Tradisi Yogian Hutagama, SST.Par, M.Sn surel: kebudayaanbkt@gmail.com linktr.ee/kebudayaan Jl. Sudirman No.9 Kelurahan Sapiran Kota Bukittinggi  26137

Lomba Vlog untuk Umum

  Halo, Sahabat Nusa! Kamu suka videografi? Sering membuat konten video vlogging atau semacamnya di media sosial kamu? Pas sekali, agaknya! Kali ini Nusa akan mewadahi bakatmu dalam sebuah lomba vlog :) Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam merevitalisasi potensi Jalur Rempah serta meningkatkan pemahaman dan pemaknaan Jalur Rempah, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan lomba Vlog di kompetisi Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia!

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.