Langsung ke konten utama

Lilik #9



Hijab memiliki banyak bentuk dan nama, sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang memakainya. Hijab sendiri merupakan kata yang terdapat dalam Al Qur'an[1] dan Jilbab merupakan suatu kata yang populer dimasa Orde Baru.[2]

Buya Hamka menerjemahkan Hijab dan Khimar sebagai 'selendang' atau ada juga yang mengatakan beliau menerjemahkannya sebagai 'Kudung' yang berarti 'Kerudung'[3]. Singkat kata, Hijab merupakan kata Syari'at yang merupakan suatu konsep tentang bagaimana seorang perempuan (muslimah) dalam menutupi salah satu auratnya. Sedangkan dalam ranah kebudayaan dikenal berbagai nama dan bentuk seperti; niqab, burqa, chadar (cadar), hijab,[4] dan lain sebagainya.

Bagi masyarakat yang menjadikan Syari'at sebagai hukum asali seperti di Negeri Melayu, mereka memiliki hijab dengan nama yang berbeda dengan saudara mereka di Negeri Islam lainnya. Sebut saja kudung atau kerudung, tingkuluak, lilik, dan lain sebagainya.

Di Minangkabau - sebagai salah satu puak Melayu - memiliki hijab yang salah satunya bernama 'Lilik'. Pada masa tahun 1900an dipopulerkan oleh Syeikha Rahmah el Yunusiah sehingga dikenal dengan nama 'Lilik Encik Rahmah'.[5] 

Lilik pada masa sekarang kalah populer dengan Jilbab, salah satu sebabnya ialah karena Jilbab lebih mudah dan cepat menggunakannya sedangkan Lilik dinilai lebih rumit dan lama.

Sesuai dengan namanya 'Lilik' yang berarti 'Lilit' dalam Bahasa Indonesia. Merupakan kain selendang berukuran lebar dan panjang yang dililitkan ke kepala perempuan sehingga menutupi rambut dan tubuh hingga bagian dada.

Find Us On: linktr.ee/kebudayaan

Baca juga:

  1. Lilik: Jilbab Urang Minang
  2. Hijab, Khimar, & Jilbab
  3. Baju Kurung
  4. Pakaian Perempuan Minangkabau
  5. Tingkuluak di Minangkabau

Catatan Kaki:

[1] Silahkan baca DISINI

[2] Silahkan baca DISINI

[3] Sumber Lain mengatakan bahwa Mahmud Yunus yang menerjemahkannya sebagai 'Kudung', selengkapnya klik DISINI

[4] Selengkapnya baca DISINI

[5] Selengkapnya tentang Encik DISINI

Komentar

Acap Dilihat

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

55. Janjang Gantuang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072200273 Dilindungi UU No.11 Th. 2010 Janjang Gantuang sesunguhnya merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan Pasa Lereng dengan Pasa Bawah & Pasa Aua Tajungkang. Tepat disebelahnya terdapat sebuah janjang lain yang bernama Janjang Tigo Baleh. Janjang Tigo Baleh sempat ditiadakan (tidak dapat tahun pasti) dan pada tahun 2017 dilakukan revitalisasi dengan membuat janjang baru di lokasi persis Janjang Tigo Baleh berada. Janjang baru mengambil bentuk berbeda, namun diberi nama sama.

Bukittinggi masa Agresi Belanda II

SERANGAN DIKOTA BUKITTINGGI 19 DESEMBER 1948- Pada masa Perang Kemerdekaan, Bukittinggi dijuluki sebagai “ Ibu Kota Kedua Republik Indonesia”  Selama beberapa bulan, pada tahun 1947 Wakil Presiden RI berkedudukan di kota ini. Dari Bukittinggi, Wakil Presiden memimpin dan menggendalikan  pemerintahan dan perjuangan untuk seluruh Sumatera.

Kebudayaan\4. Museum\6.Museum Zoologi

 Klik pada judul untuk menuju tulisan: Sato Saba Piliang. Lemuria Indonesia. Hal.776 - Google Book Pembentukan Identitas Literatur - lib.ui.ac Museum Zoologi - Wikipedia  Zoology Musuem in Guguak Panjang Sub District, Indonesia -  Museum Zoologi - Geo Tourism Museum Zoologi Bukittinggi Sumatera Barat