Langsung ke konten utama

Kupiyah #11



Kupiyah atau kupiah atau kopiah atau orang-orang pada masa sekarang mengenalnya dengan sebutan 'Peci'. Merupakan salah satu aksesoris berpakaian kaum lelaki di Minangkabau dan Melayu yang kini telah menjadi Budaya Nasional.

Kata 'Kupiyah' berasal dari Bahasa Arab "Keffiyeh" atau 'Kufiya' yang oleh lidah Melayu menjadi Kopiah atau  Kupiyah

Kupiyah telah menjadi salah satu jati diri nasional Indonesia jauh sebelum negara ini dibentuk. Pada masa pergerakan politik pada awal abad ke-20 kupiyah telah digunakan oleh politikus nasionalis Indonesia untuk menunjukkan ciri sebagai sebuah bangsa. 

Jauh sebelum itu, Belanda telah membuat peraturan terkait pakaian murid-murid yang bersekolah di sekolah mereka. Peraturan tersebut ialah para murid mesti berpakaian menurut daerah asal mereka. Bagi murid-murid dari Sumatera dan Melayu maka mereka akan menggunakan Kupiyah dan sisampiang berupa kain sarung sebagai pakaian mereka.

Oleh Belanda, Kupiyah mereka sebut dengan Petje yang berarti 'Topi Kecil' yang dalam lidah orang Indonesia nama ini berubah menjadi 'Peci'. Hingga saat ini kata PECI lebih banyak digunakan di seluruh wilayah negara karena kata ini lazim digunakan di ibu kota negara.

Dalam perkembangannya, penggunaan kupiyah sebagai salah satu ciri pakaian lelaki Minangkabau (dan Melayu) boleh dikata hampir hilang. Kupiyah hanya dipakai disaat hendak shalat (terutama di masjid), menghadiri acara adat, atau dipakai oleh para lelaki tua dan penghulu (datuk) yang merupakan salah satu pakaian wajib mereka.

Bagi para penghulu, mereka akan menambahkan 'lilik' pada kupiyah mereka. Hal ini guna memudahkan orang-orang mengidentifikasi bahwa penggunanya merupakan seorang penghulu. 

Kupiyah terbuat dari kain beludru bewarna hitam, dijahit dan dibuat oleh tangan-tangan orang Minangkabau sendiri. Di lantai dua pada Pasa Batingkek (Pasa Ateh) Bukittinggi masa dahulu banyak ditemui engku-engku pembuat kupiyah berkualitas. 

Selain itu, penutup kepala yang tidak terbuat dari kain beludru dan bewarna hitampun disebut kupiyah juga. Seperti "Kupiyah Haji" yang terbuat dari kain dibordir, bewarna putih.

Pada masa dahulu, pemakaian kupiyah memiliki aturan tersendiri. Apabila belum naik haji maka jangan coba-coba memakai kupiyah bewarna putih tersebut. Namun pada masa sekarang, aturan atau kode berpakaian orang Minangkabau telah banyak yang dilanggar.


Find Us on: linktr.ee/kebudayaan

Komentar

Acap Dilihat

15. Istana Bung Hatta

No Regnas: RNCB.20100108.02.000359 SK Manteri: SK Menteri No 267/M/2016 Status: Cagar Budaya Nasional,              Dilindungi  Undang Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Istana Bung Hatta berada di Jalan Istana No mor 1, Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguak Panjang. Riwayat pembangunan gedung ini tidak diketahui dengan pasti, Sebelum diubah menjadi Istana Kepresidenan (Bung Hatta), bangunan ini bernama Gedung Negara Triarga. Sekarang gedung ini berfungsi sebagai rumah tamu negara bila berkunjung ke Bukittingi.

Pacuan Kudo Bukik Ambacang

padangheritage   Catatan  @padangheritage : Bukit Ambacang, Lokasi Pacuan Kuda Tertua di Indonesia Olahraga pacu kuda sudah menjadi kegiatan umum yang dilakukan masyarakat bukittinggi jauh sebelum indonesia merdeka. Salah satu peninggalannya adalah Klub Pacu Kuda Bukittinggi yang sudah ada sejak Tahun 1889. Tulisannya termuat di sebuah tugu di dalam arena: Herdenking Van Het Veertig Jariigbestan der Fort de Koksche Wedloop Societeit 1889-1929 (Peringatan 40 tahun berdirinya klub pacu kuda Bukittinggi)

11. Tugu Kamang & Manggopoh

Tugu Kamang dan Manggopoh berada di Jalan Sudirman, Kelurahan Sapiran, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh .  Tugu ini dibangun untuk mempe ringati Perang Pajak yang terjadi di Nagari Kamang dan Nagari Manggopoh yang terjadi pada tanggal 15 Juni 1908. Tugu ini terbuat dari beton yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas berupa bentuk kerucut yang menjulang ke atas dan bagian bawah berbentuk segi empat. Tinggi keseluruhan tugu ini 4,60 m dan lebar 1 x 1 m. Tugu ini mempunyai tembok keliling berukuran 2,6 x 2,6 m. Pada bagian segi empat, di tengah-tengahnya terdapat inskripsi berbahasa Belanda yang berbunyi: " GEDENKNAALD TER HERDENGKING AAN GESNENVELDEN TE KAMANG EN MANGGOPOH OPSTAND 15 JUNI 1908 ", artinya : "Mengenang peristiwa perang Kamang dan Manggopoh yang terjadi pada 15 Juni 1908 ".

Rapat Koordinasi Pembangunan Karakter & Peneguhan Jati Diri Masyarakat Berbasis Budaya

Rapat Koordinasi Pembangunan Karakter & Peneguhan Jati Diri Masyarakat Berbasis Budaya. Pada hari Senin tanggal 13 November 2017 di Hotel Grand Rocky Bukit Tinggi. Kegiatan ini diselenggarakan berkat kerjasama antara Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bukittinggi. Dibuka oleh Wakil Walikota Bukittinggi serta dihadiri oleh perwakilan dari instansi yang mengurusi Bidang Kebudayaan di Provinsi Sumatera Barat, serta perwakilan pemuka Adat di Kota Bukittinggi. foto selengkapnya klik disini

5. Eks Bangunan Kantor Depdikbud Kota Bukittinggi

Bekas (Eks.) Bangunan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Kota Bukittinggi   berada di Jalan Jenderal Sudirman No. 9, Kelurahan Belakang Balok, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh, atau sekitar 100 m ke arah utara dari SMU 2 Bukittinggi. Pertama kali di - dirikan gedung ini digunakan sebagai tem pat tinggal Ke pala Sekolah Raja ( Kweeksh c ool). Pasca kemer dekaan, sebe lum menjadi Kantor Dikbud, bangunan ini berturut-turut menjadi Kantor DPRD, Kantor Pajak, dan IKIP (Sekarang Universitas Negeri Padang) Bahasa Inggris dan Arab (sebelum dipindahkan ke Padang).

Pelestarian Rumah Dinas Gubernur Sumatera

@bukittinggimediacenter - Walikota Bukittinggi, Erman Safar hadiri Rapat Koordinasi bersama Menko Polhukam Mahfud MD dan pejabat utama tujuh kementerian serta bupati, walikota, dan Gubernur Sumatera Barat, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (23/3/2021). Pertemuan tersebut dalam rangka pembahasan finalisasi draft Instruksi Presiden mengenai percepatan pembangunan Monumen dan Tugu bersejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Secara historikal dan sejarah PDRI tersebar di beberapa Kota dan Kabupaten di Sumatera Barat. Menurut Erman, dalam proses finalisasi draft Instruksi Presiden tersebut dirinya mengusulkan beberapa titik lokasi bukti sejarah bahwa Kota Bukittinggi mengambil peran besar terbentuknya PDRI. "Salah satunya rumah bekas Gubernur Sumatera Tengah dimasa itu, Tengku Mohd. Hasan yang pernah digunakan sebagai tempat penetapan Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua PDRI" Ujar @ermansafar. Rumah tersebut, menurut Erman, memiliki nilai sej

41. Penjara Lama

Sumber: Tropen Museum No Registrasi Nasional:  PO2016052000025 Dilindungi oleh UU No.11 tahun 2010 Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bukittinggi merupakan salah satu bangunan atau komplek bangunan tertua di Bukit Tinggi (komplek bangunan tua lainnya ialah Komplek Benteng de Kock-1826 dan Komplek Militer-1860an), dibangun sekitar tahun 1864. Sebelum pembangunan tahun 1864, penjara ini sudah ada namun dengan kondisi seadanya, terbuat dari kayu dan digunakan untuk menahan Mujahid Paderi.  Pada tahun 1990an bangunan penjara ini tidak lagi difungsikan dan dipindahkan ke LP Biaro yang berjarak sekitar 8 Km dari pusat kota Bukittinggi.

ABANG

"Haa, alah abang urang. Babuko wak lai.." (Haa, sudah adzan, waktunya kita berbuka..) Sedangkan untuk sapaan, digunakan panggilan Tuan atau Wan kepada laki-laki. Namun pada masa sekarang kata 'abang' menjadi lazim dipakai untuk menyapa laki-laki yang lebih tua. 

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)".