Tabuah



Pada masa sekarang jarang orang menyebut-nyebut soal TABUAH, kalaupun ada mereka menamainya dengan 'Bedug'. Demikianlah pengaruh berbahasa orang-orang yang dipandang 'keren' oleh masyarakat di 'Daerah' sehingga mereka tidak memiliki kepercayaan lagi menggunakan Bahasa Ibu mereka. Berbahasa Ibu dipandang terbelakang, tidak berpendidikan, kampungan, dan kalau tak hendak dikatakan 'rendah'.

Tabuah merupakan salah satu alat komunikasi pada masa lampau di Minangkabau. Lazim terdapat di surau-surau dan telah menjadi identik dengan surau (berpasangan, karena surau tanpa Tabuah ibaratkan nasi tanpa garam). Kegunaan utamanya ialah sebagai penanda atau pemberitahu waktu shalat sudah masuk. Mungkin karena kesamaan fungsi ini pulalah maka sebagian besar orang Minangkabau yang tidak memiliki kepercayaan diri menyamakannya dengan 'Bedug'.

Tabuah memiliki banyak fungsi dan tidak hanya terdapat di surau saja. Tabuah juga terdapat di rumah gadang, tentunya tidak semua rumah gadang. Salah satu jenisnya dikenal dengan Tabuah Larangan, dimana tabuah ini terdapat di rumah salah seorang Pembesar Negeri dengan bunyi dan makna yang khas.

Tabuah terbuat dari kulit jawi[1] atau sapi dan batang karambia (kelapa). Batang kerambil ini digunakan karena memiliki isi yang lunak dan bagian luarnya merupakan ruyung yang terkenal kuat. 

Setiap hari raya maka kanak-kanak dan remaja akan memainkannya dengan irama yang indah, dikenal dengan nama Garitiak atau Garitiak Tabuah. Sebuah kepandaian yang pada masa sekarang semakin langka. 

Tabuah dipukul dengan irama menyenangkan hanya pada saat menjelang dan selepas hari raya saja. Sesudah itu tidak diperkenankan. Karena tabuah memiliki banyak fungsi.

Tabuah juga digunakan untuk memberitahukan kepada penduduk apabila terjadi kemalangan berupa kematian. Terdapat kode atau cara memukul, jumlah pukulan serta tempo dalam memukul. Dari kode tersebut akan diketahui apakah yang meninggal itu laki-laki atau perempuan, kanak-kanak atau dewasa.

Sangat disayangkan penggunaan tabuah sudah semakin berkurang. Bagi yang masih mempertahankan, tabuah hanya sekadar hiasan. Dan anak-anak remaja masa kini mengenalnya dengan nama lain. Suatu nama yang mereka dapatkan dari tivi, filem, ataupun media sosial.


_________________________

Catatan Kaki:

[1] Pada beberapa nagari di Minangkabau dikenal sebutan lain untuk Jawi (sapi) yakni 'Bantiang'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13. Batu Kurai Limo Jorong

29. Wisma Anggrek

45. Stasiun Kereta Api Bukittinggi