Langsung ke konten utama

Repro Foto Lama oleh Yogie

 Berikut kami tampilkan foto Bukittinggi masa kolonial yang telah direpro dan diberi warna. Dikirim oleh akun Yogie di Grup Facebook Kaba Bukittinggi. Keterangan pada foto berasal dari kami berdasarkan informasi kami yang terbatas mengenai Kota Bukittinggi. Sidang pembaca boleh memberi masukan, dapat disampaikan kepada kami melalui Pesan Langsung (Japri) di Halaman atau grup kami. Silahkan Klik DISINI.


Jam Gadang yang rindang, disebelahnya merupakan bangunan Kantor Polisi atau beberapa orang menyebutkan Kantor Pos (masih memerlukan penyelidikan). Apabila dilihat pada foto-foto yang lain, kawasan di bawah Jam Gadang sempat pula digunakan sebagai terminal.

Sepertinya foto ini diambil dari arah Pasar Atas. Beberapa tiang yang dipucuknya terdapat patung cupid (Dewa Bangsa Romawi) sudah tidak ada. Terdapat beberapa tiang yang mengelilingi Jam Gadang beserta patung cupid di atasnya.


Kemungkinan di penurunan Janjang Gantuang yang langsung menuju Pasa Bawah. Tampak pada gambar bahwa pengunjung pasar kebanyakan kaum perempuan. Pada gambar kita juga dapat melihat gaya berpakaian orang Minangkabau pada masa dahulu, baik laki-laki maupun perempuan.

Perempuan berbaju kurung, berkodek, berhijab (tingkuluak), dan berselendang sembari menyandang kibang atau menjunjung katidiang di atas kepala. Sedangkan kaum lelaki memakai kain ganiah (kalau tidak salah), menyandang Kain Sarung Bugis, dan berkopiah. Baik laki-laki maupun perempuan memakai pakaian yang lapang.


Tukang Padati sedang berjalan disamping pedatinya, kemungkinan di Jalan Sudirman sekarang dan kalau tidak salah gambar diambil di hadapan Kantor Pos sekarang. Diseberang sana tampak bangunan Hotel Centrum yang merupakan hotel termegah pada waktu itu.


Lokasi foto yang satu ini masih belum dapat dipastikan, ada yang menyebutkan kalau di bawah/depan Jam Gadang, ada pula yang mengatakan di Stasiun sekarang, kemudian ada pula yang berpendapat kalau ini di Lapangan Kantin, dan beberapa tempat lain di Bukittinggi.

Selain melihat jenis kendaraan oto bus yang digunakan sebagai sarana pengangkutan pada masa dahulu, kita juga dapat melihat gaya berpakaian lelaki Minang pada masa itu. Serta salah satu yang juga sudah hilang atau bertukar ialah Garabak Demo. Sebuah gerobak beroda tiga, baik badan ataupun rodanya terbuat dari kayu sepenuhnya.

Pada masa dahulu Garabak Demo ini banyak dijumpai di pasar-pasar Bukittinggi. Tukang garabak biasanya berteriak "Awas Aia Angek" (Awas air panas) guna menghalau orang di hadapan yang menghalangi jalannya. Kini orang-orang sudah menggunakan gerobak biasa.


Salah satu suasana pasar, tampak yang diambil gambarnya ialah penjual buah. Dibelakangnya terdapat penjual tuduang saji, katidiang, dan barang-barang anyaman lainnya. Pada bagian belakang tampak tiang-tiang bangunan yang kemungkinan bangunan Los Saudagar yang telah luluh lantak dimasa gempa tahun 2009 silam.

Tampak tidak ada satupun bahan-bahan yang terbuat dari plastik pada gambar, semuanya masih alami. Bersahabat dengan alam.


Lapangan Kantin, tampak atap bangunan yang sekarang sudah berubah menjadi gonjong. Lapangan yang hijau diselingi dengan bangunan kolonial lainnya dengan latar Gunung Marapi yang ditutupi awan dikejauhan.


Pasar Malam atau Pakan Malam, diselenggarakan untuk pertama kalinya semasa Westenenk menjadi Controleur Oud Agam (Agam Tua) pada tahun 1908. Apakah selepas itu pakan malam masih diselenggarakan tiap tahunnya?

Lokasi foto tidak berhasil diketahui. Bangunan gerbang yang terdapat pada sisi kiri atas foto memiliki nilai estetis tersendiri yang merupakan paduan antara arsitektur Islam dan Minangkabau. Konon kabarnya terbuat dari bambu (masih memerlukan penyidikan)


Gambar ini sepertinya menunjukkan Gerbang Pasar Malam dari arah yang berlawanan. Tampak dikejauhan pada sisi kiri atas foto bangunan ruko. 

Selain itu menarik melihat cara berpakain orang Minangkabau pada masa dahulu, tidak tampak adanya rambut yang dipamerkan oleh perempuan pada masa dahulu.



Suasana di kawasan Jam Gadang


Salah satu suasana di pasar Bukittinggi, tidak diketahui dimana lokasnya (mengingat terdapat beberapa pasar di Bukittinggi). Tampak keramaian di pasar yang didominasi kaum perempuan dan lagi-lagi tidak ada perempuan Minang yang memperlihatkan rambutnya kecuali satu orang yang terdapat pada sisi foto sebelah kiri yang tersumbul rambut bagian depannya.

Baju kurung, tingkuluak (hijab khas Minang) dan selendang merupakan aksesoris pakaian perempuan Minang yang pada masa sekarang sudah ditinggalkan oleh perempuan-perempuan syantik dan sosialita.

Tampak juga seorang lelaki Minang yang berjalan membelakangi kamera dengan kopiah, baju ganiah, kain saruang disandang di bahu, dan sarawa (celana) batiak.

Menarik juga melihat tudung besar yang memayungi para pedagang, sampai tahun 1990an masih dipakai oleh sebagian besar pedagang yang berdagang di Bukittinggi. Kini telah tiada. Terbuat dari bambu yang bisa dikuncupkan apabila sudah tidak dipakai lagi.


Gambar yang merekam suasana pasar di Bukittinggi, perempua di depan foto tingkuluaknya (hijab) tidak dipakai dengan benar sehingga tampak rambutnya. Seorang lelaki yang memandang ke arah foto tampak berkopiah, bersarawa batiak (celana batik), dan memakai jas, tanpa kain sarung. Laki-laki lain tampak menyandang kain sarung di bagunya.

Bangunan ruko di belakang para pedagang kemungkinan Los Saudagar yang kini sebagian besarnya telah tiada.


Kemungkinan foto ini diambil di Pasar Bawah, sekali lagi gambar menunjukkan pasar yang didominasi kaum perempuan berbaju kurung dan menyandang kibang.

Pada bagian belakang ialah los-los yang hingga kini masih ada.


Engku-engku di pasar, hampir semuanya memakai kopiah (peci) dan kain sarung.


Seorang engku berkain sarung bersama dua orang kanak-kanak sedang berjalan di lokasi yang belum diketahui. Bahkan kanak-kanak perempuanpun menutupi rambutnya.


Foto memiliki keterangan "Tembok" yang kemungkinan Kampung Cina sekarang. Diujung tampak Simpang Kampuang Cino dengan ruko yang tepat berdiri di tengah-tengahnya. Kita juga dapat menyaksikan kalau kawasan ini pada masa dahulu tertata rapi serta rindang oleh pepohonan.

Kemungkinan ini merupakan Simpang Kangkuang, tampak belum ada Menara Jam Gadang



Hampir dapat dipastikan kalau kawasan tanah lapang yang hijau disana merupakan Tugu Pahlawan Tak Dikenal sekarang



Pada foto tertulis keterangan "MaleischeWonning, Fort de Kock" yang kalau diterjemahkan kira-kira "Rumah orang Melayu, Bukit Tinggi"
Pada arsip kolonial, Minangkabau disebut juga dengan Melayu oleh Belanda. 
Lokasi foto belum diketahui hingga sekarang


Janjang Minang pada masa dahulunya, tampak ruko-ruko Kampuang Cina yang ditunjukkan oleh foto masih ada hingga sekarang.

Find Us On: linktr.ee/kebudayaan

Komentar

Acap Dilihat

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Perempuan Minang

Perempuan Melayu yang merdeka Berkuasa atas harta pusaka Menjadi tuan dalam keluarga Dimuliakan dalam Syari'at Diagungkan dalam Adat Perempuan Minang Baju kurung marwah dijaga Tak ada konde melainkan hijab ianya Jayalah Minang Jayalah Melayu Jayalah Islam April 2018

Pelestarian Rumah Dinas Gubernur Sumatera

@bukittinggimediacenter - Walikota Bukittinggi, Erman Safar hadiri Rapat Koordinasi bersama Menko Polhukam Mahfud MD dan pejabat utama tujuh kementerian serta bupati, walikota, dan Gubernur Sumatera Barat, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (23/3/2021). Pertemuan tersebut dalam rangka pembahasan finalisasi draft Instruksi Presiden mengenai percepatan pembangunan Monumen dan Tugu bersejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Secara historikal dan sejarah PDRI tersebar di beberapa Kota dan Kabupaten di Sumatera Barat. Menurut Erman, dalam proses finalisasi draft Instruksi Presiden tersebut dirinya mengusulkan beberapa titik lokasi bukti sejarah bahwa Kota Bukittinggi mengambil peran besar terbentuknya PDRI. "Salah satunya rumah bekas Gubernur Sumatera Tengah dimasa itu, Tengku Mohd. Hasan yang pernah digunakan sebagai tempat penetapan Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua PDRI" Ujar @ermansafar. Rumah tersebut, menurut Erman, memiliki nilai sej

Pabukoan

Kata Minang Klasik berikutnya ialah 'Pabukoan' merupakan kata 'buko' atau buka yang diberi awalan dan akhiran 'pa-an'. 'Pabukoan' merujuk pada hidangan yang disantap ketika berbuka puasa. Pada masa dahulu hidangan berbuka puasa atau 'pabukoan' tidak dijual seramai sekarang. Zaman dahulu - tatkala waktu Magrib masuk sebagai tanda berbuka puasa - kebanyakan orang langsung menyantap hidangan nasi beserta lauk pauknya, hanya beberapa yang memutuskan untuk shalat terlebih dahulu. Hidangan seperti kolak disantap ketika pulang dari surau menunaikan Tarawih.

Bukittinggi - Wilayah Admnistratif

  Ilustrasi: http://www.bukittinggikota.go.id/ Kota Bukittinggi merupakan kota terbesar ke-2 di Sumatera Barat setelah Kota Padang. Terletak di daratan tinggi Minangkabau tepatnya di Lembah Agam yang dikelilingi oleh Pegunungan Bukit Barisan dan diapit oleh Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Memiliki luas kurang lebih 25. 239 Km 2 dengan ketinggian 909-941 m di atas permukaan laut, serta dengan suhu udara berkisar antara 17.1 C s/d 24.9 C dengan iklim udara yang sejuk. Memiliki letak strategis yang merupakan segitiga perlintasan menuju ke utara, timur, dan selatan Pulau Sumatera. Kota Bukittinggi merupakan bagian dari kesatuan wilayah kebudayaan Luhak Agam dimana lokasi Kota Bukittinggi terletak di Nagari Kurai Limo Jorong, suatu satuan pemerintahan terendah dalam federasi Minangkabau. Luhak Agam berbeda dengan Kabupaten Agam baik dari segi komposisi wilayah maupun administrasi pemerintahan.

2. Sejarah\6.Koran Lama

 Klik pada judul untuk menuju kiriman dimaksud: Bintang Timoer Pelipoer Hati El Adab Djauharah Majalah  Al Moenir Pengantar Perdamaian Majalah Pengetahuan Majalah Sumatera Majalah Pemimpin Nagari Majalah Iqbaloel Haq Majalah Oetoesan Andalas Majalah Penoentoen Perjoeangan Surat Kabar Inshaf Majalah Matoea Saijo Majalah Raya Berita Koerai No.2 Th 1940 Buku: Buku "Mata Penghidoepan" Cetakan I, yang disusun oleh Bachtiar Al Aminy dan dicetak di Fort de Kock (Bukittinggi, Sumatera Barat .

Bioskop Lintas Generasi di Kota Bukittinggi itu bernama Bioskop Eri

Bioskop Eri, salah satu bioskop legendaris yang ada di Kota Bukittinggi. Bioskop yang menjadi primadona pada tahun 80an hingga 90an ini masih aktif hingga saat ini meskipun berada pada titik nadir perjalanannya. Saat ini Bioskop Eri hanya buka pada waktu-waktu tertentu dengan stok film jadul yang masih diputar dengan tiket murah meriah.

Bung Hatta meninjau proyek pembangunan Gelanggang Olahraga

  Setelah Pekan Olahraga Nasional Pertama (PON I) tanggal 9 - 12 September 1948 Sukses. Indonesia kembali menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke II di Jakarta pada tanggal 21 Oktober-28 Oktober 1951. Sebelum penyelenggaraan dilangsukan Wakil Presiden Moh. Hatta bersama Ketua PON ke-2 Dr. Halim, Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan RI Roeslan Abdulgani, dan beberapa wartawan mengunjungi area lahan pembangunan Stadion Nasional di Lapangan Merdeka, Jakarta.