Langsung ke konten utama

Geopark - Taman Bumi

Ilustrasi Gambar: Indonesia Baik

Oleh: Bambang Iman Santoso, Neuronesia Community

Jakarta, 25 April 2021. Taman Bumi atau lebih dikenal dengan sebutan 'Geopark', belakangan ini mulai akrab di kuping masyarakat kita.  Sebagian mereka mungkin masih menanyakan apa arti dan makna Geopark sesungguhnya. Sementara Indonesia memiliki beberapa Geopark, yang di antaranya telah menyandang status 'UGGp - UNESCO Global Geopark'. 

Status ini ditetapkan oleh Dewan Eksekutif UNESCO di Paris. Beberapa kawasan Geopark dimaksud; Cileteuh, Gunung Sewu, Batur, Rinjani, Kaldera Toba, dan terakhir yang memperoleh status ini adalah Belitong. Saat ini ada 14 Geopark Nasional Indonesia yang masih berjuang untuk ditetapkan menjadi UNESCO Global Geopark.

Geopark selain diyakini berpotensi mampu menggenjot industri pariwisata Indonesia pasca pandemi, memiliki pula nilai konsep Global Geopark yang mulia dimisikan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), yaitu: konservasi, edukasi dan pemberdayaan. 

Konservasi di sini dimaksud adalah bagaimana masyarakat setempat, dan tentunya nanti wisatawan yang datang juga, diajak untuk ikut berperan dalam melindungi sampai meningkatkan fungsi warisan alam, termasuk nilai arkeologi, ekologi, dan budaya di dalamnya. Geopark atau geological park merupakan sebuah kawasan yang memiliki unsur-unsur geologi.

Ada unsur pembelajaran atau edukasi di sini. Terutama karena adanya perbedaan. Tiga unsur utamanya adalah geodiversity, biodiversity dan cultural diversity. Edukasi khususnya terkait ilmu kebumian secara luas. Tidak hanya keindahan alamnya saja yang menjadikan tempat ini sebagai taman bumi, tetapi juga dikenal akan wisata budayanya termasuk kerajinan dan kuliner, serta tidak lupa sebagai situs penelitian berbagai aspek ilmu pengetahuan.

Selain sebagai sarana ilmu pengetahuan, geopark diharapkan juga sebagai upaya pengembangan ekonomi masyarakat sekitar melaui geowisata. Pemahaman makna kata pemberdayaan masyarakat diperluas. 

Misalkan; untuk pengembangan suatu area geosite (satu kawasan Geopark terdiri dari beberapa geosites atau geoforest), semaksimal mungkin melibatkan terutama sumber daya manusianya, tidak hanya sumber daya alam lokal. Mulai dari pihak konsultan, developer, kontraktor, investor, serta manajemen dan operasionalnya diutamakan merekrut dan melibatkan masyarakat setempat.

Muncul beberapa kawasan geopark faktanya memang menambah destinasi wisata lokal dan global. Tentu dibedakan profil dan karakter antara turis lokal dengan turis asing. Masing-masing turis asing pun akan memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda antar berbagai bangsa dan negara. 

Disrupsi teknologi, khususnya teknologi informasi, menyumbang keberagaman profil orang berpikir dan berperilaku baik domestik maupun internasional, yang menambah kompleksitas berkomunikasi efektif hingga ke tingkat engagement menjadi tantangan tersendiri (harnessing diversity: every brain is unique). 

Dengan disahkannya suatu kawasan menyandang status UGGp (UNESCO Global Geopark), bukan berarti perjuangan mereka telah berakhir karena telah memenuhi semua persyaratan yang diberikan oleh UNESCO. Justru tahapan perjuangan baru dimulai.

Sebab mempertahankan status lebih sulit dari memperolehnya. Bahkan tidak sekedar memelihara, namun juga harus ada progres peningkatan di masing-masing ketiga aspek yang telah disebut di atas. Di balik UGGp yang sukses ada komitmen, konsistensi, dan persistensi yang tinggi.

Sementara bagi pemerintahan kita pastinya bukan hanya status yang dikejar, namun juga harus dapat membuktikan; apakah memang benar-benar memberikan kontribusi kepada devisa negara serta membantu menumbuhkan ekonomi masyarakat setempat. 'Lead indicator'-nya adalah jumlah dan frekuensi pengunjung wisatawan ke masing-masing geosite tersebut. 

Apakah benar seperti itu? Ups, nanti dulu. Menjadi sangat dilema, karena jumlah pengunjung yang banyak justru juga berpotensi 'merusak' keasrian kawasan Geopark. Jadi yang diharapkan adalah jumlah wisatawan yang banyak namun mereka yang terididik dan telah dibekali sedikitnya pengetahuan yang menyadarkan betapa pentingnya konsep UNESCO Global Geopark diterapkan di sini.

Pengunjung aslinya tidak ambil pusing dengan latar belakang konsep Geopark tadi. Mereka yang penting merasakan happy saat berkunjung ke situ. Selama merasa senang dan puas memenuhi kebutuhannya sesuai tujuan mereka datang ke sana, maka mereka akan datang lagi dan datang kembali. Menjadi tantangan tersendiri bagi provider atau para pengelola geosite kawasan Geopark ini.

Selain wajib menjaga dan meningkatkan mutu layanan, secara bersamaan harus mampu mengedukasi para pengunjung wisatawan tadi. Leadership-nya ada di pihak provider. Mereka tidak hanya dituntut berwawasan lebih dalam terkait pengetahuan Geopark yang harus dimiliki, namun juga harus memberikan contoh kepada pengunjung. Menjadi role model yang akan diikuti dan dipatuhi oleh para pengunjung.

Artinya tidak mudah bagi provider mempertahankan status, bahkan harus berkesinambungan terus menerus menunjukkan peningkatan tidak hanya kualitas layanan tadi. Mencetak sumber daya manusia garda depan pelayanan (hospitality) mulai dari membentuk kepemimpinan manajemen pengelola yang kuat. Harus memiliki dan menjalankan program-program pelatihan yang stratejik berkelanjutan. 

Disiplin kerja yang tinggi dengan pembekalan dan pembinaan yang baik akan melahirkan manusia-manusia bermutu cerdas dan melayani (service excellence). Memiliki integritas dan etos kerja yang baik. Mulai dari puncak pimpinan sampai dengan garda terdepan wajib memiliki pemahaman pengetahuan dan latar belakang konsep UGGp (as their product knowledge) dan berorientasi kepada pelanggan yang melayani (service leadership).

Jadi dibalik kecantikan dan keseksian indahnya alam panorama pemandangan masing-masing geosite tadi - di setiap kawasan Geopark harus memiliki perencanaan yang kuat; tidak hanya terkait pembangunan infrastruktur dan fasilitas saja, namun juga yang terpenting harus mempunyai program-program pembangunan SDM stratejik yang tangguh. 

Serta jangan lupa; terutama SDM-SDM lokal! Kita tidak ingin melihat ke dapannya; dimana industri wisata Geopark akan maju pesat dan booming namun masyarakat setempat hanya menjadi 'penonton'. Keterlibatan masyarakat harus tinggi di sini.

Di luar permasalahan pembagunan SDM yang cukup kompleks, juga masih banyak hal-hal lainnya dengan ketat perlu diperhatikan. Sebut saja; prioritasnya terkait dengan kebersihan dan kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja juga pengunjung, serta lingkungan (HSE : health, safety and environment). Urusan kebersihan sangat erat kaitannya dengan kesehatan. 

Jadi terkait aspek lingkungan, perhatiannya tidak hanya pada upaya sekedar tidak merusak lingkungan. Faktor kebersihan juga harus diperhatikan secara khusus. Bisa jadi para pengunjung yang bermalam pada rumah-rumah penduduk setempat yang memang diperuntukan untuk mengakomodir kebutuhan 'homestay' ini, walau mungkin tidak mewah, paling tidak memiliki standar mutu kebersihan, kerapihan serta estetika yang baik.

Para tamu pengunjung bisa menginap berdampingan dengan pemilik homestay. Artinya penduduk pemilik homestay tersebut masih bisa tinggal di situ. Tentunya dibedakan kamar yang terpisah. Interaksi penduduk setempat dengan para wisatawan diperlukan di sini. Dialog percakapan akan terjadi, hal ini merupakan bagian proses mencerdaskan masyarakat setempat. 

Sudah pasti mereka pemilik homestay sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu aspek SDM dan fasilitas rumah agar menjadi suatu layanan yang baik. Diperlukan pihak yang membantu mengelola dan memonitor sesuai persyaratan yang diberikan oleh komite masyarakat yang ditunjuk atau dipercayai, seperti pokdarwis (kelompok sadar wisata). 

Secara bertahap nanti dengan sendirinya akan terbangun semacam 'kampung homestay' atau 'komplek homestay' yang bermutu. Jika memang sengaja dibuat atau akan dibangun, mulai dari konsultan, pembangun (developer), pelaksana (kontraktor), pengelola (manajemen), dan investornya sebisa mungkin memprioritaskan penduduk setempat dan melibatkan masyarakat lokal.

Demikian pula dengan urusan pengelolaan sampah (waste management). Sebelum mengedukasi para pengunjung, harus berangkat dari mereka sebagai pengelola dan penduduk serta masyarakat setempat yang memberikan contoh nyata. 

Sehingga terlihat secara kasat mata, tidak hanya sekedar program pencitraan. Edukasi mulai dari pemahaman dan pemaknaan yang lebih dalam terkait pengetahuan sampah dan pengelolaannya kepada warga atau penduduk setempat. Bagaimana memisah dan memilah jenis sampah dari rumah tangga.

Sampah organik dan anorganik, sampah basah dan kering. Terutama pengelompokan sampah plastik dan seterusnya. Sampah bisa berhenti atau selesai dari rumah tangga sebisa mungkin. Atau paling tidak harus selesai di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang rancangannya bisa disulap menjadi TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) sehingga tidak diperlukan lagi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) seperti di kota-kota besar.

Konsep-konsep baru pengolahan dan pengelolaan manajemen sampah perlu diedukasi dan diterapkan di sini, seperti konsep 'Zero Waste Management'. Namun catatan khususnya; jangan terjebak hanya berhenti menjadi judul program kampanye saja. Tapi harus dapat dipastikan untuk bisa dilaksanakan dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari mereka, serta secara terus menerus tanpa henti. 

Bikin evaluasi berkala sehingga terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Edukasi pengelolaan sampah yang baik mulai dari dini. Pendidikan anak-anak sekolah masyarakat setempat bukan melulu faktor kualitas tenaga pendidik atau pengajar. Tapi yang terpenting lagi adalah para orang tuanya di rumah.

Begitu pula dengan pembangunan TPST untuk proses pengolahan sampah perlu disiapkan. Sampah akan dipilah-pilah sesuai jenisnya. Sampah plastik, kaca, dan anorganik lainnya akan dipisahkan. Disalurkan kepada korporasi-korporasi yang membutuhkan melalui masyarakat setempat yang dikoordinasikan dengan baik. Paling tidak dapat membantu memberikan penghasilan tambahan buat mereka. 

Demikian pengolahan sampah organik di tempat ini dapat memproduksi pupuk yang juga memberikan penghasilan. Serta sampah yang memang tidak dapat diproses ulang akan masuk ke incinerator teknologi mesin pembakaran buatan anak bangsa yang memenuhi standar batas ambang pencemaran udara. 

Serbuk hitam hasil pembakaran dapat dijual pula, karena diperlukan sebagai bahan kompor briket dan bahan pembuatan konblok. Panas pembakaran yang cukup, dapat menggerakkan turbin sehingga menghasilkan produksi listrik (PLTs = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah).

Lingkungan yang tetap indah, bebas dari sampah, dan juga terawat rapih. Kawasan Geopark juga harus bebas dari 'sampah iklan'. Signage kawasan dengan hati-hati juga harus memperhatikan kecantikan lingkungan, selain memang benar-benar berfungsi sebagai penunjuk arah atau keterangan tempat (way finding system). Environmental graphic design yang baik dan benar penting diperhatikan. 

Seharusnya menjadi bagian pembentukan karakter masing-masing geosite. Perpaduan brand element dengan keasrian lingkungan menjadi suatu pekerjaan menarik yang memiliki tantangan tersendiri. Masyarakat setempat harus benar-benar menjadi 'tuan rumah'. Begitu pula dengan keindahan alam dan kemurniannya setiap geosite kawasan Geopark menjadi subjek utamanya, bukan sekedar objek wisata.

Selain pemberdayaan SDM dalam pelayanan wisata yang unggul, unsur kearifan lokal juga termasuk wisata budaya seperti disebutkan di awal sebelumnya. Industri kerajinan masyarakat setempat dapat diberdayakan lebih luas, tidak hanya sebatas souvenir oleh-oleh yang khas masing-masing geosite. 

Masih banyak juga UMKM dan koperasi setempat, yang membina industri rumah tangga memproduksi kopi, teh, coklat dan hasil perkebunan lainnya. Mewarnai juga citra rasa gastronomi neurokuliner nusantara. Potensi seni budaya dan hasil ketrampilan masing-masing daerah kawasan Geopark memperkuat posisi kewaskitaannya sebagai UGGp.

Kunci keberhasian suatu Geopark agar sustained ke depannya nanti, sangat banyak dipengaruhi oleh dukungan stakeholder lainnya. Terutama dukungan pemerintah setempat dan pusat. Namun kolaborasi internal antar departemen dengan bagian-bagian terkait, dan kolaborasi eksternal dengan para pihak pemerintah dan swasta sangat menentukan keberhasilan ini.

Banyak dengan mudah mampu menyebutkan kata kolaborasi, namun tidak memaknai dengan benar. Sehingga kolaborasi tidak selalu berhasil dan lancar. Sekat-sekat kekuasaanya harus bisa berani dilepas (kerja secara ikhlas).

Transformasional kepemimpinan menjadi penting, titik beratnya tidak hanya dalam proses pembuatan kebijakan-kebijakan. Pertama, dari orientasi kekuasaan bertransformasi kepada orientasi pelayanan. Kedua, dari administrasi yang birokratis berjenjang bertransformasi kepada proses digital yang sederhana, cepat dan praktis. Banyak raja-raja kecil di daerah yang perlu bertransformasi. 

Memang faktanya kekuasaan tidak lagi sepenuhnya terpusat di pemerintah pusat. Namun jangan juga tersumbat oleh distribusi kekuasaan 'raja-raja kecil' tadi. Fungsi pemerintahan pusat dan daerah sekarang fokus pada pelayanan publik yang baik. Today, government is public service provider.

Selanjutnya pejabat pemerintah daerah setempat perlu juga dibantu dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategisnya. Agar program-program yang dibuat; direncanakan dan dijalankan dapat mencapai sasaran dan tujuan jangka pendek serta jangka panjangnya. 

Keberhasilan jangka pendek dalam masa jabatan pemerintahannya akan dikenal sebagai capaian prestasi beliau. Namun program-program tersebut harus dapat diteruskan oleh pejabat-pejabat berikutnya, tidak usah lagi merumuskan atau merancangnya dari awal.

Evaluasi dan penyesuaian di sana-sini pastinya tetap diperlukan sesuai kebutuhan, namun mereka benar-benar meneruskan. Sehingga keberlangsungan proses pembangunan dan peningkatan mutu terus terjadi serta dirasakan oleh semua - para pihak stakeholder tadi, terutama masyarakat luas.

Menjadi seorang kepala daerah harus merupakan pilihan mulia yang murni dari lubuk hati terdalamnya. Legacy kebaikan dan kemaslahatan lah yang akan akan dikenang masyarakat saat nanti tidak menjabat lagi. Sebagai pejabat publik seyogyanya sadar apa pun yang dilakukan adalah sesuai amanah dan kemaslahatan dunia dan akhirat.

Salah satu ciri-ciri agar tidak hanya dapat diteruskan, namun juga dapat terus ditingkatkan kinerjanya, yaitu program-program strategis tersebut harus dapat diukur. Atau dengan kata lain memiliki alat ukur, baik indikator-indikator awal (lead indicators), maupun indikator-indikator akhir (lag indicators). Misalkan; bagaimana program sosialisasi edukasi yang dijalankan terkait kesadaran sampah yang melibatkan masyarakat setempat dapat dikatakan berhasil atau menunjukkan progres positif?

Salah satunya bisa menggunakan software aplikasi gawai karya anak bangsa yang mudah diunduh secara gratis, dan mereka dapat jalankan sesuai petunjuk-petunjuk yang dibuat (mobile application). Mereka akan memperoleh poin rewards bila memperlakukan sampah dengan pemilahan-pemilahan sesuai kategori yang telah dijelaskan sebelumnya di atas. 

Contoh lainnya di perspektif pelanggan; bagaimana para pengunjung wisatawan merasakan semakin puas dan berniat akan datang kembali. Atau karena happy mereka akan merekomendasikan kepada teman-teman atau sanak keluarganya. Hal ini bisa terbaca melalui survai-survai kepuasan pelanggan yang dilakukan secara periodik, baik konvensional maupun dengan tools digital mobile appication tadi. 

Tentunya tujuan utamanya bukan secara apriori membanding-bandingkan di masa kepemimpinan siapa yang lebih baik, tapi fokus kepada upaya peningkatan kinerja dan pengembangan program yang berkelanjutan secara jangka panjang.

Demikian pula dengan program sosialisasi dan edukasi mengenai program-program Geopark yang berhasil dijalankan atau telah dicapai, yang sedang dijalankan dan yang akan dijalankan ke depannya. Harus secara paralel, artinya baik untuk masyarakat atau penduduk setempat, maupun masyarakat luas; dalam dan luar negeri. 

Kunci keberhasilan kampanye ini; bagaimana kehadiran Geopark tidak hanya dirasakan oleh sekelompok orang saja (eksklusif), namun masayarakat luas merasakan memiliki yang patut dinikmati dan dijaga kelestariannya bersama. Mereka bisa terlibat langsung, mereka akan memviralkan keindahan dan kepuasan layananannya melalui posting-postingnya di media sosial dalam bentuk komentar, tulisan, foto, gambar, video dan lain sebagainya.

Begitu pula melalui diskusi atau seminar-seminar online (since pandemic) yang tidak hanya diselenggarakan oleh pihak pemerintah, pihak departemen-departemen terkait, pihak penyelenggara, atau perguruan-perguruan tinggi secara formil. Namun juga biarkan masyarakat melalui komunitas-komunitas secara inisiatif atau generik melakukannya. 

Seperti yang pernah diselenggarakan webinar beberapa kali terkait topik seputar Geopark oleh komunitas alumni Magister Manajemen Universitas Indonesia dengan brand 'KUMBA' (Kumpul Bahagia Alumni MMUI) yang terbuka untuk umum. Tiga kawasan UGGp yang pernah dibahas di komunitas ini, yaitu: Gunung SewuCiletuh, dan Kaldera Toba.

Demikian ulasan tulisan Geopark secara singkat. Masih teralu banyak yang dapat dibahas di sini. Semoga dapat menstimulus pembaca dan masyarakat luas agar memiliki, mencintai dan mengkayakan wawasan terkait Taman Bumi kita ini. (BIS)

Sumber: Kompasianer Bambang Imam Santoso, 1. SINI, 2. SINI, 3. SINI, 4. SINI, 5. SINI

https://www.kompasiana.com/bambangimansantoso/6084e5aa8ede486bd67405c2/geopark-taman-bumi-indonesia


Komentar

Acap Dilihat

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Pelestarian Rumah Dinas Gubernur Sumatera

@bukittinggimediacenter - Walikota Bukittinggi, Erman Safar hadiri Rapat Koordinasi bersama Menko Polhukam Mahfud MD dan pejabat utama tujuh kementerian serta bupati, walikota, dan Gubernur Sumatera Barat, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (23/3/2021). Pertemuan tersebut dalam rangka pembahasan finalisasi draft Instruksi Presiden mengenai percepatan pembangunan Monumen dan Tugu bersejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Secara historikal dan sejarah PDRI tersebar di beberapa Kota dan Kabupaten di Sumatera Barat. Menurut Erman, dalam proses finalisasi draft Instruksi Presiden tersebut dirinya mengusulkan beberapa titik lokasi bukti sejarah bahwa Kota Bukittinggi mengambil peran besar terbentuknya PDRI. "Salah satunya rumah bekas Gubernur Sumatera Tengah dimasa itu, Tengku Mohd. Hasan yang pernah digunakan sebagai tempat penetapan Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua PDRI" Ujar @ermansafar. Rumah tersebut, menurut Erman, memiliki nilai sej

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

Bukittinggi - Wilayah Admnistratif

  Ilustrasi: http://www.bukittinggikota.go.id/ Kota Bukittinggi merupakan kota terbesar ke-2 di Sumatera Barat setelah Kota Padang. Terletak di daratan tinggi Minangkabau tepatnya di Lembah Agam yang dikelilingi oleh Pegunungan Bukit Barisan dan diapit oleh Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Memiliki luas kurang lebih 25. 239 Km 2 dengan ketinggian 909-941 m di atas permukaan laut, serta dengan suhu udara berkisar antara 17.1 C s/d 24.9 C dengan iklim udara yang sejuk. Memiliki letak strategis yang merupakan segitiga perlintasan menuju ke utara, timur, dan selatan Pulau Sumatera. Kota Bukittinggi merupakan bagian dari kesatuan wilayah kebudayaan Luhak Agam dimana lokasi Kota Bukittinggi terletak di Nagari Kurai Limo Jorong, suatu satuan pemerintahan terendah dalam federasi Minangkabau. Luhak Agam berbeda dengan Kabupaten Agam baik dari segi komposisi wilayah maupun administrasi pemerintahan.

Bioskop Lintas Generasi di Kota Bukittinggi itu bernama Bioskop Eri

Bioskop Eri, salah satu bioskop legendaris yang ada di Kota Bukittinggi. Bioskop yang menjadi primadona pada tahun 80an hingga 90an ini masih aktif hingga saat ini meskipun berada pada titik nadir perjalanannya. Saat ini Bioskop Eri hanya buka pada waktu-waktu tertentu dengan stok film jadul yang masih diputar dengan tiket murah meriah.

Bung Hatta meninjau proyek pembangunan Gelanggang Olahraga

  Setelah Pekan Olahraga Nasional Pertama (PON I) tanggal 9 - 12 September 1948 Sukses. Indonesia kembali menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke II di Jakarta pada tanggal 21 Oktober-28 Oktober 1951. Sebelum penyelenggaraan dilangsukan Wakil Presiden Moh. Hatta bersama Ketua PON ke-2 Dr. Halim, Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan RI Roeslan Abdulgani, dan beberapa wartawan mengunjungi area lahan pembangunan Stadion Nasional di Lapangan Merdeka, Jakarta.

Vandalisme terhadap Peninggalan Sejarah 09.10.20

Pada hari Jum'at tanggal 09 Oktober 2020, Tim Kebudayaan mendapat laporan perihal aksi Vandalisme pada salah satu Peninggalan Sejarah Kota Bukittinggi. Peninggalan Sejarah dimaksud ialah dengan nomor 94. Eks Tiang Listrik/Telpon .  Tim Kebudayaan mendapat objek yang terletak di trotoar depan Hotel Dymens, Simpang Yarsi sudah dicoret-coret dengan cat semprot warna mereah pada keempat sisinya. Tidak hanya itu, pada sisi yang menghadap ke Jalan Sudirman telah ditempeli dengan empat helai kertas HVS. Tampaknya tempelan kertas ini lebih dahulu dipasang. Masyarakat yang berada disekitar objek ini berkata bahwa kemarin (Kamis,08 Oktober2020) coretan tersebut belum ada. Kemungkinan coretan tersebut dilakukan pada malam hari Kamis. Memang tidak terdapat pengumuman atau peringatan yang dipasang pada objek dimaksud. Namun bukan berarti siapapun boleh berbuat sekehendak hatinya. Tidak mesti dilarang atau diberi tahu terlebih dahulu bahwa suatu perbuatan itu salah sehingga baru tak dikerjakan.

Perempuan Minang

Perempuan Melayu yang merdeka Berkuasa atas harta pusaka Menjadi tuan dalam keluarga Dimuliakan dalam Syari'at Diagungkan dalam Adat Perempuan Minang Baju kurung marwah dijaga Tak ada konde melainkan hijab ianya Jayalah Minang Jayalah Melayu Jayalah Islam April 2018

Stasiun KA Bukittinggi dalam Kenangan

Stasiun Bukittinggi dan Jejak Perkeretaapian yang Terlupakan by  @beyubaystory Perkeretaapian memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan suatu kota di Ranah Minang. Pasca ditemukannya kandungan batubara Ombilin di Kota Sawahlunto, seakan menjadi pengungkit bagi sektor perhubungan dan perdagangan. Mobilisasi hasil bumi dan manusia jauh lebih mudah pada zaman itu. Bukittinggi abad ke-19 tumbuh menjadi kota penting bagi pemerintah kolonial sekaligus kota urban tempo itu hingga akhirnya serba serbi wajah kota hadir termasuk rangkaian jalur kereta api.