Bukittinggi-Sejarah Singkat Wilayah Administrasi
Ilustrasi Gambar: http://colonialarchitecture.eu |
Pertumbuhan dan perkembangan Kota Bukittinggi mulai terasa ketika Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Bukittinggi sebagai pusat pemerintahan bagi beberapa pemerintahan (Afdeeling Padangsche Bovenlanden, Onder Afdeeling Oud Agam, dan Gemeente Fort de Kock) serta menyadari potensi dari kota ini di bidang perdagangan dan pariwisata. Selain sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, Bukittinggi juga dikembangkan sebagai kota peristirahatan bagi para petinggi kolonial masa itu.
Titik awal perkembangan Kota Bukittinggi terjadi pada 10 Shafar 1199 H atau 20 Desember 1784, dimana Tuanku Nan Tuo (salah seorang ulama berpengaruh di Minangkabau) mengeluarkan Fatwa Pemberlakuan Hukum Agama untuk Mengatur Perdagangan. Fatwa ini menjadikan Kota Bukittinggi sebagai salah satu pusat dari mata rantai perdagangan di Minangkabau serta menjadi peletak dasar perkembangan Bukittinggi.
Gerakan Kaum Putih (Orang Barat-Kaum Orientalis- menamainya dengan Paderi) dan permintaan bantuan dari Kaum Adat telah memberikan alasan kepada Belanda sebagai dasar untuk datang ke Wilayah Darek guna memerangi Kaum Putih. Pada tahun 1826, Belanda membuat benteng di atas Bukit Jirek guna menghadapi para Mujahid Paderi. Kapten Baurer ialah perwira tentara Belanda yang bertanggung jawab melakukan pembangunan. Benteng tersebut dinamainya dengan nama Benteng de Kock atau dalam Bahasa Belanda Fort de Kock.
Selain menjadi ibu kota bagi Afdeeling Padangsche Bovenlanden, Bukit Tinggi juga dijadikan sebagai ibu kota dari Onderafdeeling Oud Agam.Afdeeling dikepalai oleh seorang Asisten Residen sedangkan Onderafdeeling dikepalai oleh seorang Controleur.
Pasar telah menjadi urat nadi kehidupan di Minangkabau. Sebelum kedatangan Belanda di di Darek, masyarakat Nagari Kurai telah mengadakan pasar setiap hari Rabu dan Sabtu. Semenjak kedatangan Belanda, pasar-pasar di nagari ini kemudian ditunjang dengan membangun berbagai infrastruktur
Kemudian tahun 1918, Fort de Kock atau Bukit Tinggi resmi menyandang status Gemeente atau Kota Praja dari Pemerintah Kolonial Belanda. Delapan tahun kemudian Jam Gadang didirikan (Th. 1926) yang pembangunan menara jam ini diarsiteki oleh putera daerah yakni Yazid St. Gigi Ameh.
Dimasa Kolonial Jepang, digunakan nama Bukittinggi untuk pertama kali (sebelumnya hanya penamaan oleh penduduk Luhak Agam) menggantikan nama Fort de Kock dengan memperluas wilayah administrasinya. Wilayah-wilayah tersebut selain Nagari Kurai antara lain: Nagari Gaduik, Nagari Kapau, Nagari Biaro Gadang, Nagari Ampang Gadang, Nagari Balai Gurah, Nagari Batu Taba, Nagari Taluak, Nagari Guguak, Nagari Ladang Laweh, Nagari Koto Gadang, dan Nagari Sianok.
Menyikapi kepastian wilayah Kota Bukittinggi pada masa kemerdekaan dimana wilayah masa Belanda dengan wilayah Kota Bukittinggi masa Jepang mengalami perbedaan maka pada tanggal 29 Mei 1947 Naskah Kayu Kalek dimaklumkan dengan menetapkan batas wilayah Kota Bukittinggi sama dengan batas-batas Nagari Kurai.
Disalin dari dokumen PPKD Kota Bukittinggi halaman: 10-11
Komentar
Posting Komentar