Langsung ke konten utama

Toxic Dunia Pendidikan


Sistem Ranking;

Toksik Dunia Pendidikan
Oleh: Masayu Indriaty Susanto
(dimuat di Riau Pos (14/12/2020)
Sekolah adalah tempat belajar. Bukan arena kompetisi. Namun kenyataannya, siswa kerap "dipaksa” berlomba mengejar peringkat kelas. Persaingan itu bahkan sudah terjadi sejak awal masuk sekolah dasar.
Target dan beban yang berat akhirnya banyak membuat anak-anak kehilangan senyum mereka.
Video seorang ibu di Berau, Kalimantan Timur, yang viral beberapa waktu lalu, menyentak kita semua. Di video itu, sang ibu terlihat begitu emosi dan membentak-bentak gadis kecilnya yang berseragam pramuka. Duduk, gemetaran dan tersedu-sedu, sambil memegang buku rapor bersampul hijau. Ibu itu sangat murka, karena sang gadis kecil, siswa salah satu SD di kota itu, “hanya” meraih ranking 3.
Sontak video viral itu menuai kecaman. Para ahli pendidikan, psikolog maupun lembaga perlindungan anak mengecam keras. Mereka berteriak, sistem ranking di sekolah sudah kebablasan, dan saatnya dihapuskan.
Dr Adi Gunawan, founder Institute of Mind Technology dalam bukunya ”Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan” (2005), mengungkapkan, sistem ranking itu tidak adil dan berbahaya bagi perkembangan konsep diri anak.
Karena yang menjadi patokan selalu nilai rata-rata semua mata pelajaran. Jika mendapat ranking bawah, seorang anak akan berpikir secara linier dan cenderung langsung melabel dirinya bodoh. Akibatnya, anak bisa menjadi minder dan tambah malas belajar. Bahkan bisa pula menjadi korban bullying.
Padahal, riil-nya, setiap anak itu unik dan punya cara belajar berbeda pula. Sumber daya dan kemampuan siswa dalam belajar pun berbeda. Sangatlah tidak adil jika memukul rata kemampuan siswa.
Bagi yang bisa ikut les bermacam pelajaran dan tercukupi gizinya, akan berbeda dengan siswa yang kurang memiliki waktu belajar. Karena, misalnya, siswa tersebut harus membantu pekerjaan orang tuanya.
Begitu pula bagi anak yang “langganan” juara kelas. Menjadi seorang bintang kelas bisa terbebani secara psikologis, karena dituntut harus selalu menjadi rangking satu. Tuntutan bisa jadi dari orang tuanya, maupun internal dirinya sendiri. Timbul rasa malu kalau harus turun peringkat. Itu dapat memicu terjadinya tindakan negatif. Model pola pikir yang masih sangat belia pada diri anak, memberinya peluang melakukan berbagai cara demi meraih ranking.
Mencontek, mencari bocoran soal, timbul tidak suka atau dendam pada teman yang "merebut" posisi rankingnya, adalah beberapa di antaranya. Dr Adi Gunawan menyebutkan, hal itu memunculkan fenomena saat ini, makin banyak orang pandai, tetapi kejujuran justru menurun.
Fakta ini membuktikan, kepandaian yang tidak diimbangi tingkat spiritualitas yang baik dan kecerdasan emosional yang stabil, cenderung merugikan orang lain maupun diri anak sendiri.
Cerdas itu Banyak Jenisnya
Howard Gardner, profesor pendidik dan peneliti dari Harvard University, Amerika Serikat mengungkapkan, ada 9 aspek kecerdasan dari seorang anak, yang kerap disebut multiple intelligences. Yaitu kecerdasan musikal, intrapersonal, interpersonal, visual spasial, naturalis, kinestetik, moral, verbal linguistik, dan logika matematika.
Seorang anak bisa jadi memiliki satu jenis kecerdasan yang dominan, atau bahkan memiliki beberapa jenis kecerdasan sekaligus (kecerdasan majemuk). Oleh karena itu, setiap anak memiliki cara belajar sendiri sesuai dengan jenis kecerdasan yang dominan pada dirinya.
Anak dengan kecerdasan musikal bisa depresi, jika dituntut harus mendapat skor 100 padapelajaran sains. Anak dengan kecerdasan kinestetik akan frustasi, jika dipaksa mengikuti sistem pendidikan yang mengharuskannya duduk mencatat selama 8 jam sehari.
Bukankah akan sangat tidak bijak, jika kita menuntut seorang anak harus meraih nilai sempurna
dalam semua mata pelajaran? Tak mungkin pula seekor burung mengalahkan ikan dalam hal berenang? Dan manalah pula ikan mengalahkan burung dalam hal terbang?
Jangan lupakan pula bidang-bidang non akademis. Sesuai konsep multiple intelligences, setiap sekolah idealnya wajib memiliki beragam kegiatan ekstra kurikuler, demi memfasilitasi kecerdasan
dan bakat anak.
Anak dengan kecerdasan naturalis bisa mengasah potensinya dalam kegiatan pecinta alam, anak kinestetik dapat mengeksplorasi bakatnya dalam olahraga. Anak dengan kecerdasan musikal bisa berkembang lewat kegiatan menari, teater, memainkan berbagai alat musik, atau choir.
Anak dengan kecerdasan visual spasial bisa dikembangkan bakatnya dengan kegiatan robotika, fotografi dan sinematografi. Anak dengan kecerdasan linguistik bisa melatih kemampuannya dalam lomba-lomba pidato. Anak dengan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal bisa lebih terasah lewat kegiatan OSIS atau organisasi lainnya.
Justru dari kegiatan-kegiatan inilah, siswa akan mendapat banyak pelajaran basic life skill yang akan lebih berguna bagi pembentukan karakter dan modal meraih masa depan mereka. Bukan berlomba meraih angka tertinggi di rapor.
Kreativitas Lebih Penting
Negara tetangga kita, Singapura, tahun lalu secara mengejutkan telah menghapus sistem ranking pada konsep baru pendidikan mereka. Padahal Singapura telah lama dikenal sebagai salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik dunia. Mumpuni dalam hal mencetak siswa berprestasi tinggi. Singapura juga terkenal sangat mendukung pembelajaran hapalan, dan punya jam belajar yang panjang, untuk mendorong anak-anak sekolah di sana sukses menjalani ujian.
Mengutip laman WeForum dan Straitstimes, selain menghapus sistem ranking dalam rapor siswa, ke depan, pendidikan di Singapura akan lebih ditekankan pada kemampuan dan pengembangan karakter siswa serta keterampilan teknologi.
Pendekatan baru Negeri Singa terhadap pendidikan ini, tentunya sangat kontras dengan negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang masih sibuk berlomba meraih peringkat tertinggi pendidikan.
"Belajar bukan kompetisi!” tegas Ong Ye Kung, Menteri Pendidikan Singapura seperti dilansir Kumparan (9/11/2018).
Ong Ye Kung menegaskan, perubahan konsep pendidikan ini diyakini dapat mengalihkan fokus,
dari tuntutan kesempurnaan nilai ujian, pada upaya menciptakan individu yang lebih baik. Sistem pendidikan Singapura akan memprioritaskan pengembangan kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, penguasaan teknologi, entrepreneurship dan kepercayaan diri.
Karakter generasi seperti itulah, menurut Ong Ye Kung, yang dibutuhkan Singapura di masa depan. Bukan lagi sekadar mengejar nilai dan angka. Oleh karena itu, apakah ini saatnya menuntut pemerintah untuk “memusnahkan” sistem ranking yang toksik, dari dunia pendidikan Indonesia?
Tentu harapannya begitu. Demi penyerataan sistem pendidikan, tentu diperlukan goodwill yang serius dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sudah bukan zamannya lagi anak dipaksa untuk berkompetisi mengejar ranking di sekolah.
Tetapi, anak-anak harus dibantu, didukung, dan diberi kesempatan mengembangkan potensi dirinya masing-masing. Pemerintah dan stakeholders pendidikan wajib merealisasikan penyediaan lingkungan pendidikan yang nyaman dan mendukung kreativitas para siswa.
Albert Einstein, fisikawan jenius pengubah dunia pernah mengatakan, bahwa semua anak itu jenius.
Tapi jika Anda menilai seekor ikan, dengan kemampuannya memanjat pohon, maka ia akan menjalani hidupnya dengan percaya bahwa dia bodoh. (*)
Semoga bermanfaat

Disalin dari kiriman FB: Zikriatun Ilmi

Komentar

Acap Dilihat

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

Bioskop Lintas Generasi di Kota Bukittinggi itu bernama Bioskop Eri

Bioskop Eri, salah satu bioskop legendaris yang ada di Kota Bukittinggi. Bioskop yang menjadi primadona pada tahun 80an hingga 90an ini masih aktif hingga saat ini meskipun berada pada titik nadir perjalanannya. Saat ini Bioskop Eri hanya buka pada waktu-waktu tertentu dengan stok film jadul yang masih diputar dengan tiket murah meriah.

Vandalisme terhadap Peninggalan Sejarah 09.10.20

Pada hari Jum'at tanggal 09 Oktober 2020, Tim Kebudayaan mendapat laporan perihal aksi Vandalisme pada salah satu Peninggalan Sejarah Kota Bukittinggi. Peninggalan Sejarah dimaksud ialah dengan nomor 94. Eks Tiang Listrik/Telpon .  Tim Kebudayaan mendapat objek yang terletak di trotoar depan Hotel Dymens, Simpang Yarsi sudah dicoret-coret dengan cat semprot warna mereah pada keempat sisinya. Tidak hanya itu, pada sisi yang menghadap ke Jalan Sudirman telah ditempeli dengan empat helai kertas HVS. Tampaknya tempelan kertas ini lebih dahulu dipasang. Masyarakat yang berada disekitar objek ini berkata bahwa kemarin (Kamis,08 Oktober2020) coretan tersebut belum ada. Kemungkinan coretan tersebut dilakukan pada malam hari Kamis. Memang tidak terdapat pengumuman atau peringatan yang dipasang pada objek dimaksud. Namun bukan berarti siapapun boleh berbuat sekehendak hatinya. Tidak mesti dilarang atau diberi tahu terlebih dahulu bahwa suatu perbuatan itu salah sehingga baru tak dikerjakan.

Perempuan Minang

Perempuan Melayu yang merdeka Berkuasa atas harta pusaka Menjadi tuan dalam keluarga Dimuliakan dalam Syari'at Diagungkan dalam Adat Perempuan Minang Baju kurung marwah dijaga Tak ada konde melainkan hijab ianya Jayalah Minang Jayalah Melayu Jayalah Islam April 2018

Stasiun KA Bukittinggi dalam Kenangan

Stasiun Bukittinggi dan Jejak Perkeretaapian yang Terlupakan by  @beyubaystory Perkeretaapian memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan suatu kota di Ranah Minang. Pasca ditemukannya kandungan batubara Ombilin di Kota Sawahlunto, seakan menjadi pengungkit bagi sektor perhubungan dan perdagangan. Mobilisasi hasil bumi dan manusia jauh lebih mudah pada zaman itu. Bukittinggi abad ke-19 tumbuh menjadi kota penting bagi pemerintah kolonial sekaligus kota urban tempo itu hingga akhirnya serba serbi wajah kota hadir termasuk rangkaian jalur kereta api.

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

55. Janjang Gantuang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072200273 Dilindungi UU No.11 Th. 2010 Janjang Gantuang sesunguhnya merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan Pasa Lereng dengan Pasa Bawah & Pasa Aua Tajungkang. Tepat disebelahnya terdapat sebuah janjang lain yang bernama Janjang Tigo Baleh. Janjang Tigo Baleh sempat ditiadakan (tidak dapat tahun pasti) dan pada tahun 2017 dilakukan revitalisasi dengan membuat janjang baru di lokasi persis Janjang Tigo Baleh berada. Janjang baru mengambil bentuk berbeda, namun diberi nama sama.