52. Rumah Dinas Gubernur Sumatera


Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021

Terletak di kawasan Parak Kopi atau di belakang Bioskop Sovia, di dekat Hotel Sumatera. Rumah ini sudah lama tidak ditempati. Posisinya berada dilerang bukit dan menghadap ke Ngarai Sianok. Apabila kita melayangkan pandangan di depan rumah maka akan tampak di bawah sana Jalan. Panorama, Museum Tri Daya Eka Dharma, Taman Panorama dan Lubang Japang, serta Ngarai Sianok.

Menurut beberapa sumber, rumah ini merupakan Rumah Dinas Tengku Muhammad Hasan Gubernur Sumatera[1] pada awal kemerdekaan. Di rumah inilah salah satu kepingan sejarah Republik Indonesia terjadi, yaitu rapat dari tokoh republik pada tanggal 19 Desember tahun 1948. Rapat tersebut berkaitan dengan jatuhnya Ibu Kota Republik Indonesia Jogjakarta serta serangan yang sedang menghujam Bukittinggi semenjak pagi. Serta kemungkinan para pemimpin republik yang ditangkap serta belum adanya informasi terkait hal tersebut.[2]

Pada awalnya rapat diselenggarakan di Istana Bung Hatta namun karena serangan kapal terbang Belanda belum menunjukkan tanda-tanda hendak berhenti maka rapat ditunda. Rapat dilanjutkan pada petang hari setelah serangan mereda, diselenggarakan di Rumah Dinas Gubernur Sumatera yang dihadiri tuan rumah Tengku Muhammad Hasan, Menteri Kemakmuran Mr.Sjafruddin Prawiranegara, Panglima Sumatera Kolonel Hidayat, dan beberapa tokoh lainnya. Berikut cuplikan rapat:

Menurut Mestika, pertemuan sore itu digelar di kediaman Mr. Hasan di sebuah jalan dekat Ngarai Sianok. Saat itulah, Sjafruddin membuka pertanyaan pada Hasan, apabila para pemimpin di Yogyakarta ditahan Belanda, apakah tidak lebih baik di Bukittinggi dibentuk pemerintahan darurat.

“Sadar akan posisinya sebagai satu-satunya menteri kabinet Hatta yang ada di Bukittinggi ketika itu, Sjafruddin tanpa ragu-ragu menawarkan diri sebagai ketua dari badan pemerintahan yang akan dibentuk itu dan menawarkan Hasan sebagai wakilnya. Hasan setuju,” tulis Mestika.

Keputusan dari dua pemimpin ini, kemudian didukung oleh para pemimpin lain di Bukittinggi ketika itu. Pada 19 Desember 1948 tersebut, PDRI sudah terbentuk dengan posisi ketua dan wakil ketua. Kabinet PDRI baru kemudian dilengkapi dan diumumkan pada 22 Desember di Halaban, Limopuluah Koto, ketika Kota Bukittinggi akhirnya jatuh ke tangan Belanda.


Catatan Kaki:

[1] Diawal mula kemerdekaan, Indonesia terdiri atas 8 (delapan) provinsi yang dirumuskan pada sidang ke-2 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945

[2] Pemerintah Jogja sempat mengadakan rapat dan membuat mandat kepada Sjafruddin dan A.A.Maramis untuk membentuk pemerintahan sementara apabila para pemimpin di Jogja ditangkap. Telegram tersebut belum sampai ketika Sjafruddin mendeklarasikan PDRI.

Lihat juga:

  1. Tugu PDRI
  2. Rumah Tuo PDRI unt Pariwisata Kota Bukittinggi
  3. Melihat Lebih Dekat Rumah Tuo PDRI
  4. Survey Penyelamatan Tinggalan PDRI di Kota Bukittinggi oleh BPCB

Baca Juga:

  1. Mengenang Bukittinggi diserang 19 Desember 1949
  2. Makmur Hendrik Tarabo & Ibo Melihat Kondisi Rumah PDRI di Bukittinggi - Semangat News
  3. Belum Ada Anggaran untuk Rumah PDRI di Bukittinggi - Singgalang
  4. Pemprov Sumbar: Belum ada Anggaran Pembangunan untuk Rumah PDRI di Bukittinggi - Top Satu
  5. Rumah PDRI di Bukittinggi menunggu Ambruk, Pemprov Nyaris tak peduli - Singgalang
  6. Delapan Provinsi Awal Indonesia - risamedia
  7. Gubernur Wilayah Sumatera Pertama - toko.id
  8. Tengku Muhammad Hasan, Gubernur Sumatera Pertama dan Satu-satunya - Tirto.id
  9. 8 Provinsi Pertama di Indonesia hasil Sidang PPKI - kompas.com
  10. 19 Desember, PDRI & Hari Bela Negara - liputan6.com
  11. Kronologis Sejarah PDRI - pustakamarola
  12. Tulisan terkait PDRI 
  13. Beberapa tulisan tentang PDRI

 Like & Follow: linktr.ee/kebudayaan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

13. Batu Kurai Limo Jorong

29. Wisma Anggrek

45. Stasiun Kereta Api Bukittinggi