Langsung ke konten utama

Surat Bung Hatta kpd Guntur perihal Pancasila


 
 
Anakda Goentoer Sukarnoputra
Cempaka Putih Barat I/2
Jakarta Pusat
 
Pancasila
 
Dekat pada akhir bulan Mei 1945, dr. Radjiman, ketua Panitia Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia membuka sidang itu dengan mengemukakan pertanyaan kepada rapat, “Negara Indonesia Merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?”
 
Kebanyakan anggota tidak mau menjawab pertanyaan itu, karena takut pertanyaan itu akan menimbulkan persoalan filosofi yang akan berpanjang-panjang. Mereka langsung membicarakan soal Undang2 Dasar.
 
Salah seorang daripada anggota Panitia Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia itu, yang menjawab pertanyaan itu ialah Bung Karno, yang mengucapkan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, yang berjudul Pancasila, lima sila, yang lamanya kira-kira satu jam.
 
Pidato itu menarik perhatian anggota Panitia dan disambut dengan tepuk tangan yang riuh. Sesudah itu, sidang mengangkat suatu Panitia kecil untuk merumuskan kembali Pancasila yang diucapkan Bung Karno itu. Di antara Panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang yang akan melaksanakan tugas itu, yaitu:
 
1) Ir. Soekarno
2) Mohammad HAtta
3) Mr. A.A. Maramis
4) Abikusno Tjokrosoejoso
5) Abdulkahar Muzakir
6) H. A. Salim
7) Mr. Ahmad Soebardjo
8) Wahid Hasjim
9) Mr. Muhammad Yamin
 
Orang sembilan ini mengubah susunan 5 sila itu dan meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di atas. Sila Kedua, yang dalam rumusan Soekarno disebut Internasionalisme atau peri-kemanusiaan diganti dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ketiga disebut Persatuan Indonesia pengganti sila kebangsaan Indonesia yang dalam rumusan Bung Karno dia ditaroh di atas jadi sila pertama.
 
Sila keempat disebut Kerakyatan yang dalam rumus Bung Karno sebagai sila ketiga disebut Mufakat atau Demokrasi. Sila kelima disebut Sila Kesejahteraan Sosial, yang dalam rumus Bung Karno disebut Sila ke-4 Keadilan Sosial. Seperti dikatakan tadi, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam rumus Bung Karno menjadi Sila kelima dijadikan Sila pertama.
 
Pada tanggal 22 Juni 1945 pembaruan rumusan Panitia 9 itu diserahkan kepada Panitia Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia dan diberi nama “Piagam Jakarta”. Kemudian seluruh Piagam Jakarta itu dijadikan “Pembukaan” Undang Undang Dasar 1945, sehingga “Pancasila dan Undang Undang Dasar” menjadi “Dokumen Negara Pokok”.
 
Pancasila dan Undang Undang Dasar menjadi Satu Dokumen Negara itu diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan sedikit perubahan.
 
Yang dicoret ialah 7 perkataan di belakang Ketuhanan, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi penduduknya”.
 
Sungguhpun 7 perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja, pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia Timur berkeberatan, kalau 7 kata itu dibiarkan saja sebab tertulis dalam pokok dari pada pokok dasar negara kita, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dibedakan warga negara yang beragama Islam dan bukan Islam.
 
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional dalam rapatnya yang pertama sudah mesahkan Undang2 Dasar yang diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan sekarang menjadi U.U.D. Negara kita lagi.
 

Komentar

Acap Dilihat

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

19. SMP N 1 Bukittinggi

No Regnas: RNCB.20181025.02.001532 SK Penetapan: SK Menteri No PM.05/PW.007/MKP/2010   Status: dilindungi Undang-Undang     Gedung Sekolah SMP 1 berada di Jalan Sudirman No. 1, Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguak Panjang. Tidak ada keterangan yang jelas mengenai riwayat bangunan ini, tetapi dilihat dari bentuk arsitekturnya tampak bahwa bangunan ini mewakili gaya yang khas pada masa kolonial yang ditunjukkan pada bangunan tembok yang kokoh dan balok-balok kayu yang besar serta ukuran pintu dan jendela yang relatif besar pula.  Sampai sekarang bangunan ini masih berfungsi sebagai sekolah (SMP 1).  Bangunan yang berada di kompleks ini terdiri dari 3 blok bangunan. Bangunan utamanya berada di tengah-tengah yang dipergunakan sebagai ruang belajar mengajar. Dua buah bangunan lain merupakan bangunan tambahan yang dibuat tahun 1985 yang difungsikan sebagai ruang majelis guru dan ruang tata usaha.

Lilik #9

Hijab memiliki banyak bentuk dan nama, sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang memakainya. Hijab sendiri merupakan kata yang terdapat dalam Al Qur'an [1] dan Jilbab merupakan suatu kata yang populer dimasa Orde Baru. [2] Buya Hamka menerjemahkan Hijab dan Khimar sebagai 'selendang' atau ada juga yang mengatakan beliau menerjemahkannya sebagai 'Kudung' yang berarti 'Kerudung' [3]. Singkat kata, Hijab merupakan kata Syari'at yang merupakan suatu konsep tentang bagaimana seorang perempuan (muslimah) dalam menutupi salah satu auratnya. Sedangkan dalam ranah kebudayaan dikenal berbagai nama dan bentuk seperti; niqab, burqa, chadar (cadar), hijab, [4] dan lain sebagainya.

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Rumah Pengasingan Bung Hatta di Banda Neira

Halo Sahabat Budaya!!! Tahukah kalian kalau di wilayah Kecamatan Banda  [Kabupaten Maluku Tengah, Maluku] banyak terdapat rumah pengasingan bagi tokoh-tokoh politik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda? Pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu rumah pengasingan yang ada, yaitu rumah pengasingan Bung Hatta. Simak penjelasan di flyer bawah. Disalin dari IG BPCB Malut

55. Janjang Gantuang

No. Registrasi Nasional:  PO2016072200273 Dilindungi UU No.11 Th. 2010 Janjang Gantuang sesunguhnya merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan Pasa Lereng dengan Pasa Bawah & Pasa Aua Tajungkang. Tepat disebelahnya terdapat sebuah janjang lain yang bernama Janjang Tigo Baleh. Janjang Tigo Baleh sempat ditiadakan (tidak dapat tahun pasti) dan pada tahun 2017 dilakukan revitalisasi dengan membuat janjang baru di lokasi persis Janjang Tigo Baleh berada. Janjang baru mengambil bentuk berbeda, namun diberi nama sama.

Lomba Vlog untuk Umum

  Halo, Sahabat Nusa! Kamu suka videografi? Sering membuat konten video vlogging atau semacamnya di media sosial kamu? Pas sekali, agaknya! Kali ini Nusa akan mewadahi bakatmu dalam sebuah lomba vlog :) Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam merevitalisasi potensi Jalur Rempah serta meningkatkan pemahaman dan pemaknaan Jalur Rempah, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan lomba Vlog di kompetisi Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia!