Langsung ke konten utama

Mengenal Cagar Budaya

Oleh: Teguh Hidayat
(Disampaikan dalam Sosialisasi Cagar Budaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 29 Agustus 2017)

Cagar Budaya (CB) adalah istilah hukum (dan politik) untuk menyebut data arkeologi, peninggalan masa lalu, peninggalan purbakala, sumberdaya akeologi, dan seterusnya. Cakupan CB sebenarnya sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai aspek intrinsik, antara lain:

·       aspek rentang waktu yang meliputi CB masa prasejarah, masa Hindu-Buddha, dan masa Islam/kolonial;
·       aspek wujud meliputi CB bergerak dan tidak bergerak;
·       aspek ketersediaan meliputi CB tunggal dan multi atau kompleks;
·       aspek keruangan meliputi CB insitu dan tidak insitu;
·       aspek locus meliputi CB dalam kerangka ruang seperti pegunungan, perkotaan, pantai, dsb;
·       aspek ketersediaan informasi meliputi CB telah memiliki informasi yang mendalam, sedang, atau seadanya;
·       aspek tingkat pengelolaan, seperti CB temuan baru, sedang diteliti, dalam tahap pemugaran, telah dipugar, CB telah menjadi ODTW;
·       serta aspek-aspek lain yang melekat pada BCB seperti aspek kepemilikan, authentisitas, hukum, keutuhan, ancaman kelestarian, stakeholders, dsb.
Begitu luas dan kompleks memang rentang aspek intrisik di dalam CB sehingga kompleks pula proses penanganannnya, yang jika disederhanakan meliputi pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Khusus untuk aspek pemanfaatan, Cleere (1989: 9-10) menjelaskan bahwa manajemen sumberdaya arkeologi memiliki tiga tumpuan pemanfaatan, yaitu:

·       akademik, berkaitan dengan pemanfaatan CB untuk kegiatan ilmiah atau penelitian dan pengembangan ilmu;
·       ideologik yang terkait erat dengan dunia pendidikan (edukasional) antara lain untuk mewujudkan “cultural identity”; dan
·       ekonomik yang berkaitan dengan keuntungan ekonomik misalnya melalui kepariwisataan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Pasal 1 di jelaskan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Jenis Cagar Budaya
1.                     Benda Cagar Budaya
benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
2.                 Bangunan Cagar Budaya
susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
3.                 Struktur Cagar Budaya
Susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
4.                 Situs Cagar Budaya
Lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
5.                  Kawasan Cagar Budaya
Satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Kriteria Cagar Budaya
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria :
a.          Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b.         Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c.          Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,  agama, dan/atau kebudayaan; dan
d.         Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa
Objek Cagar Budaya
Merupakan semua tinggalan arkeologi yang berasal dari masa awal kehidupan manusia sebelum munculnya budaya tulis hingga pada masa lima puluh tahun lalu. Objek tersebut dapat dikategorikan menjadi:
1.                     Objek periode Prasejarah
Merupakan objek yang berasal dari mulai adanya unsur kebudayaan pertama dan berakhir pada saat manusia mulai mengenal tulisan. Masa berakhirnya masa prasejarah berbeda-beda bagi setiap suku bangsa karena perbedaan waktu dalam mengenal tulisan.
Peninggalan arkeologi pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu peninggalan bergerak dan peninggalan tidak bergerak. Untuk periode prasejarah, yang termasuk peninggalan bergerak antara lain alat-alat batu, perhiasan batu, peralatan dari tulang, perhiasan dari kulit kerang, dan gerabah. Sementara itu peninggalan tak bergerak antara lain bangunan megalitik dan gua hunian. Daerah yang memiliki banyak tinggalan prasejarah di Sumatera Barat terdapat di Mahat, Limapuluh Kota yang berupa batu menhir. Di Indonesia pembabakan jaman prasejarah dibagi berdasarkan atas kehidupan sosial ekonomi masyarakat pendukungnya. Pembabakan tersebut terdiri atas:
a.          Masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana (Paleolitik)
b.         Masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut (Mesolitik)
c.          Masa bercocok tanam (Neolitik)
d.         Masa perundagian
2.                 Objek periode Klasik
Merupakan objek yang dimulai sejak dikenalnya tulisan sampai masuknya pengaruh kebudayaan Islam di Indonesia. Bidang kajian ini dimulai sejak abad ke-4 Masehi dengan mengacu pada prasasti Yupa yang ditemukan di Kalimantan Timur sampai runtuhnya Kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Pada rentang waktu itu di Nusantara memang berkembang kebudayaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan India. Kebudayaan ini bernafaskan agama Hindu dan Buddha. Adapun cagar budaya yang berasal dari masa klasik antara lain candi, petirtaan, arca, prasasti, keramik, mata uang, dan berbagai artefak lain yang berasal dari kurun waktu abad ke-4-15 Masehi.
Untuk wilayah Sumatera Barat objek ini bisa dijumpai di Kabupaten Dharmasraya, seperti Candi Padangroco, Candi Pulausawah, dan Candi Awang Maombiak. Di Kabupaten Tanah Datar banyak ditemukan prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Adityawarman, seperti Prasasti Pagaruyung, Prasasti Kuburajo, dan Prasasti Rambatan. Di Kabupaten Pasaman dapat dijumpai tinggalan candi seperti Candi Tanjung Medan, Candi Koto Rao, dan Candi Pancahan. Provinsi Riau juga memiliki candi yang cukup dikenal yaitu Candi Muara Takus. Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau ada Prasasti Pasir Panjang di Tanjungbalai Karimun.
 
3.                 Objek periode Islam, yaitu objek yang berasal sejak pengaruh kebudayaan Islam, seperti: nisan, masjid, naskah kuno dan lain sebagainya. Arkeologi Islam mempelajari hal-ihwal berbagai kerajaan atau kesultanan yang pernah ada di bumi Nusantara. Tinggalan ini yang ada di Sumatera Barat, Riau, maupun Kepulauan Riau relatif masih banyak, seperti Masjid Kayu Jao di Solok, Masjid Enam Puluh Kurang Aso di Solok Selatan, Masjid Lima Kaum di Batusangkar, dsb. Di Riau terdapat Istana Siak, Makam Raja-Raja Kota Lama di Rengat, Masjid Tua Air Tiris, dsb. Di Kepulauan Riau tinggalan ini banyak terdapat di Pulau Penyengat, Tanjungpinang dan Daik, Lingga.
Description: 38205_144790968868103_100000116033704_495659_4243643_nDescription: D:\Foto Masjid Syech Burhanudin\IMG_0869.JPG
4.                 Objek periode Kolonial, yaitu objek yang berasal sejak pengaruh budaya Eropa, seperti: benteng, gereja, rumah kolonial dan lain sebagainya. Berbagai pengaruh itu berasal dari negara-negara Belanda, Portugis, Inggris, Cina, dan lain-lain yang pernah mengisi perbendaharaan sejarah kuno Indonesia. Beberapa objek yang ada di Sumatera Barat banyak tersebar di sekitar Kawasan Muaro seperti rumah-rumah tua dan klenteng dan Bukittinggi, seperti Jam Gadang dan Gua Jepang.
Mengapa Harus Dilestarikan
n  Sifat Cagar Budaya:
ü  Finite (terbatas bentuk, jumlah, dan jenisnya), karena merupakan peninggalan masa lalu dan proses waktu yang sudah ratusan tahun berlangsung sehingga tidak banyak yang masih bertahan hingga sekarang ini.
ü  Langka dan tidak terbarukan (unrenewable), artinya bahwa cagar budaya tidak dapat ditukar dengan benda lain, sekalipun yang sejenis.
ü  Unik, dengan nilai-nilai historis, arsitektur, maupun ekologi yang khas sehingga menjadi daya tarik untuk dikunjungi para wisatawan. Nilai histories yang sarat akan makna, perlu dan harus dipahami oleh bangsa ini dari generasi ke generasi. Sebab, dalam nilai histories tersebut terkandung pula nilai-nilai lain yang dapat mengajak kepada generasi muda untuk bisa bersikap dan bertindak secara positif, seperti misalnya sikap kepahlawanan, cinta tanah air, rasa kesatuan dan persatuan, serta berbudi pekerti yang luhur.
ü  Mudah rusak (fragile)
ü  Mudah mengalami kerusakan dan pelapukan (degradable)
n  Nilai Penting:
ü  Keilmuan : penting untuk penelitian keilmuan
ü  Sejarah     : bukti peristiwa sejarah penting
ü  Etnis           : identitas kelompok etnis
ü  Publik       : pendidikan masyarakat, fasilitas  
ü  Ekonomi  : rekreasi, daya tarik wisata
ü  Estetis       : karya seni, arsitektural
ü  Sosial        : mewujudkan solidaritas sosial  
Pengertian Pelestarian
Adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya, yang terdiri dari
1.                     Pelindungan
Description: DSCF5096Upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya
2.                 Pengembangan
Peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya Serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi Secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.
3.                 Pemanfaatan
Pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
Setelah cagar budaya berhasil dilestarikan, maka tahap akhir dari sistem pengelolaannya adalah pemanfaatannya. Cagar budaya tidak hanya untuk kepentingan lembaga tertentu, akan tetapi dapat dimanfaatkan pula oleh berbagai kepentingan, antara lain:
1.            Scientific research, artinya bahwa cagar budaya tidak hanya untuk memenuhi kepentingan ilmu arkeologi ataupun lembaga arkeologi dan purbakala, tetapi berbagai disiplin lain dapat pula memanfaatkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh: cagar budaya tidak bergerak seperti candi, masjid, dan gereja kuno dapat pula dijadikan kajian dan obyek penelitian para arsitek maupun ahli teknik lainnya.
2.        Creative arts, bahwa cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi bagi para seniman, sastrawan, penulis, dan fotografer dengan memanfaatkan obyek tersebut sebagai obyek kreativitasnya.
3.        Education, cagar budaya mempunyai peranan penting dalam pendidikan bagi pelajar dan generasi muda, terutama dalam upaya menanamkan rasa bangga terhadap kebesaran bangsa dan tanah air.
4.        Recreation and tourism, pemanfaatan cagar budaya yang paling umum dan nyata ialah sebagai obyek wisata yang dikenal dengan wisata budaya. Lebih-lebih untuk obyek cagar budaya yang berada pada lingkungan alam yang menarik akan memiliki nilai tambah dan daya tarik yang tidak ditemukan di tempat lain.
5.         Symbolic representation, dimaksudkan bahwa cagar budaya kadang-kadang dimanfaatkan sebagai gambaran secara simbolis bagi kehidupan manusia. Misalnya Jam Gadang dapat dipahami sebagai symbol Sumatera Barat umumnya dan Kota Bukittinggi khususnya.
6.        Legitimation of action, banyak para pejabat dan orang-orang yang berduit, setelah mendapatkan kedudukan atau kekayaan, mereka kadang-kadang berusaha untuk dapat memiliki atau menguasai cagar budaya tertentu agar dapat meyakinkan kepada masyarakat umum tentang kesuksesan dirinya dan untuk meraih kesuksesan yang lebih tinggi.
7.         Social solidarity and integration, cagar budaya yang berupa makam cikal-bakal suatu desa/wilayah tertentu dapat mewujudkan suatu motivasi solidaritas sosial dan integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat. Pada saat-saat tertentu para ahli waris yang merasa keturunan cikal bakal tersebut mereka menziarahinya, maka pada sat itulah akan muncul kesadaran di antara mereka.
8.         Monetary and economic gain, cagar budaya yang telah dimanfaatkan sebagai obyek wisata budaya, akan mendatangkan keuntungan terutama bagi masyarakat di sekitar obyek. Pemerintahpun akan mendapatkan pemasukan sebagai pendapatan asli daerah yang berasal dari pungutan retribusi.
 ________________
*)Kasi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar
 Sumatera Barat
Alamat Kantor:
Jl. Sultan Alam Bagagarsyah, Pagaruyung, Batusangkar

Komentar

Acap Dilihat

39. Los Saudagar

Los Saudagar atau Lorong Saudagar atau masyarakat Bukittinggi dan Agam juga mengenalnya dengan nama Balakang Pasa ialah komplek bangunan ruko peninggalan kolonial yang masih bertahan di Bukittinggi. Pada gempa tahun 2006, sebagian besar dari bangunan ruko disini hancur dan hanya menyisakan puing-puing. Kini hanya sebagian kecil dari bangunan yang masih bertahan. Komplek bangunan ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 dengan Nomor  Nomor PM.05/PW.007/MKP2010 . ====================== Di sebelah timur terdiri dari blok-blok bangunan berjajar yang dinamakan dengan `belakang pasar` yang dibangun pada tahun 1917 (berdasarkan yang tertera pada salah satu bangunannya). Blok ruko pada daerah ini menjual barang¬barang kodian, minyak tanah, minyak goreng dan kapuk. Jalan diantara deretan blok bangunan ini dikenal dengan nama Jalan Saudagar dan Jalan Kumango, yaitu tempat menjual barang-barang kelontong. Deretan blo

20. Sekolah MULO (SMP N 3&4 Bukittinggi)

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Bukittinggi berdasarkan  SK Walikota No. 188.45-335-2021 Tanggal 30 Desember 2021 Bangunan SMP 3 dan 4 atau dahulu merupakan SMP 2 berada di Jalan Panorama, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang . Berdasarkan keterangan yang didapat dari kepala sekolah, bangunan sekolah ini merupakan Sekolah MULO (sekolah menengah) pada masa Kolonial Belanda. Hingga tahun 1945 bangunan ini masih difungsikan sebagai sekolah menengah oleh pemerintah Indonesia. Setelah sekolah menengah di tiadakan kemudian pada tahun berikutnya beralih fungsi sebagai tempat percetakan "Oeang Republik Indonesia (ORI)". 

19. SMP N 1 Bukittinggi

No Regnas: RNCB.20181025.02.001532 SK Penetapan: SK Menteri No PM.05/PW.007/MKP/2010   Status: dilindungi Undang-Undang     Gedung Sekolah SMP 1 berada di Jalan Sudirman No. 1, Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguak Panjang. Tidak ada keterangan yang jelas mengenai riwayat bangunan ini, tetapi dilihat dari bentuk arsitekturnya tampak bahwa bangunan ini mewakili gaya yang khas pada masa kolonial yang ditunjukkan pada bangunan tembok yang kokoh dan balok-balok kayu yang besar serta ukuran pintu dan jendela yang relatif besar pula.  Sampai sekarang bangunan ini masih berfungsi sebagai sekolah (SMP 1).  Bangunan yang berada di kompleks ini terdiri dari 3 blok bangunan. Bangunan utamanya berada di tengah-tengah yang dipergunakan sebagai ruang belajar mengajar. Dua buah bangunan lain merupakan bangunan tambahan yang dibuat tahun 1985 yang difungsikan sebagai ruang majelis guru dan ruang tata usaha.

Lilik #9

Hijab memiliki banyak bentuk dan nama, sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang memakainya. Hijab sendiri merupakan kata yang terdapat dalam Al Qur'an [1] dan Jilbab merupakan suatu kata yang populer dimasa Orde Baru. [2] Buya Hamka menerjemahkan Hijab dan Khimar sebagai 'selendang' atau ada juga yang mengatakan beliau menerjemahkannya sebagai 'Kudung' yang berarti 'Kerudung' [3]. Singkat kata, Hijab merupakan kata Syari'at yang merupakan suatu konsep tentang bagaimana seorang perempuan (muslimah) dalam menutupi salah satu auratnya. Sedangkan dalam ranah kebudayaan dikenal berbagai nama dan bentuk seperti; niqab, burqa, chadar (cadar), hijab, [4] dan lain sebagainya.

Dongeng: Nenek Tua dan Ikan Gabus

  SDN06BatamKota | Dahulu kala, ada seorang Nenek Tua yang sangat miskin. Pakaiannya, hanya yang melekat di badannya. Itu pun sudah compang-camping. Pekerjaan sehari-hari Nenek Tua itu sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan makanan. Di saat musim kemarau, di hutan itu, banyak sungai yang kering, dan kekurangan air. Nenek Tua pun pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ketika  sampai di hutan itu, Nenek Tua itu melihat banyak sekali ikan gabus di tempat yang kekeringan, mereka sedang menggelepar-gelepar. Dia begitu gembira. “Mungkin ini rezekiku. Aku akan merasakan lezatnya daging ikan gabus. Nanti, aku akan goreng sebagian dan sebagian lagi kujual,"ujarnya membatin. Lalu, ia pun menjongkok, sambil menyaksikan ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Namun, lama-kelamaan, nenek tua itu berubah niat, ia menjadi iba. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya mengambil ikan-ikan gabus itu. Dia hanya diam, sambil memandangi ikan-ikan gabus yang tid

Pasanggrahan di Sumatera Barat Awal Abad ke-20

  Singgalang.co.id | Pelancongan adalah perjalanan dan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik secara perorangan atau berkelompok ke suatu tempat untuk sementara waktu. Aktivitas ini dilakukan dengan tujuan mencari ketenangan, kedamaian, keseimbangan, keserasian dan kebahagiaan jiwa/batin. Di samping membutuhkan prasarana dan sarana transportasi, kegiatan ini juga membutuhkan sarana akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang dibutuhkan wisatawan adalah tempat menginap. Tiga contoh fasilitas akomodasi yang sangat lazim dikenal dan digunakan para pelancong saat sekarang adalah hotel, apartemen, dan guesthouse . Tempo doeloe, terutama pada kurun waktu empat dekade pertama awal abad ke-20, jenis-jenis akomodasi ini dikenal dengan sebutan hotel dan pasanggrahan. Sumber-sumber lama dari era Belanda, pada awalnya, mendefinisikan pasanggrahan sebagai tempat tinggal/menginap sementara bagi para ambtenar (pegawai pemerintah) atau orang-orang pemerintahan, termasuk juga aparat mil

Lomba Vlog untuk Umum

  Halo, Sahabat Nusa! Kamu suka videografi? Sering membuat konten video vlogging atau semacamnya di media sosial kamu? Pas sekali, agaknya! Kali ini Nusa akan mewadahi bakatmu dalam sebuah lomba vlog :) Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam merevitalisasi potensi Jalur Rempah serta meningkatkan pemahaman dan pemaknaan Jalur Rempah, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyelenggarakan kegiatan lomba Vlog di kompetisi Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia!

Tingkuluak #10

Tingkuluak merupakan salah satu Hijab perempuan Minangkabau selain Lilik . Penggunaan tingkuluak menjadi bagian dari pakaian adat. Seperti dikenal namanya 'Tingkuluak Tanduak'.  Bentuk Tingkuluak bermacam-macam, ada yang sekadar membungkus kepala sehingga rambut perempuan tidak kelihatan. Namun ada juga yang menutup hingga ke bahu serta ada pula yang mencapai dada. Seperti Tingkuluak Koto Gadang.